MACAM-MACAM SISTEM HUKUM
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara eropa daratan yang sering disebut sebagai “civil law”. Sebenarnya semua berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut “Corpus Juris Civilis”. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem Eropa Kontinental ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.” Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (Doktrins Res Ajudicata).
Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam rangka menemukan keadilan, para yuris dan lembaga-lembaga yudisial maupun quasi-judisial merujuk kepada sumber-sumber tersebut. Dari sumber-sumber itu, yang menjadi rujukan pertama dalam tradisi sistem hukum Civil Law adalah peraturan perundang-undangan. Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Semua negara penganut civil law mempunyai konstitusi tertulis.
a. Peraturan perundang-undangan mempunyai dua karakteristik, yaitu berlaku umum dan isinya mengikat keluar. Sifat yang berlaku umum itulah yang membedakan antara perundang-undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual tetapi harus dihormati oleh orang lain. Sebagai contoh penetapan, misalnya, pemberian grasi oleh Presiden Republik Indonesia melalui suatu keputusan presiden ( Keppres ) kepada seorang terpidana yang putusan pemidanaannya telah memiliki kekuatan yang tetap.
b. Kebiasaan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Agar kebiasaan menjadi hukum kebiasaan diperlukan dua hal, yaitu tindakan itu dilakukan secara berulang-ulang ( usus ) dan adanya unsur psikologis mengenai pengakuan bahwa apa yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang itu aturan hukum. Unsur ini mempunyai relevansi yuridis, yaitu tindakan itu bukan sekadar dilakukan secara berulang-ulang, melainkan tindakan itu harus disebabkan oleh suatu kewajiban hukum yang menurut pengalaman manusia harus dilakukan. Unsur psikologis itu dalam bahasa latin disebut Opinio Necessitatis, yang berarti pendapat mengenai keharusan bahwa orang bertindak sesuai dengan norma yang berlaku akibat adanya kewajiban hukum.
c. Yurisprudensi, ketika mengemukakan bahwa suatu hukum kebiasaan berlaku bagi semua anggota masyarakat secara tidak langsung, melainkan melalui yurisprudensi, Spruit sebenarnya mengakui bahwa yurisprudensi merupakan sumber hukum dalam arti formal. Akan tetapi posisi yurisprudensi sebagai sumber hukum di dalam sistem hukum Civil Law belum lama diterima. Hal itu disebabkan oleh pandangan bahwa aturan-aturan tingkah laku, terutama aturan perundang-undangan, ditujuka untuk mengatur situasi yang ada dan menghindari konflik; dengan demikian, aturan-aturan itu dibuat untuk hal-hal setelah undang-undang itu diundangkan. Undang-undang dalam hal demikian merupakan suatu pedoman mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Undang-undang ini dibentuk oleh kekuasaan Legislatif. Selain itu, diakui “peraturan-peraturan” yang dibuat pemegang kekuasaan Eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan “kebiasaan-kebiasaan” yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masayarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini ialah:
1) Hukum Tata Negara
2) Hukum Administrasi Negara
3) Hukum Pidana.
Hukum Privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat ialah:
1) Hukum Sipil dan Hukum Dagang.
· Ciri-ciri sistem hukum Eropa Kontinental, antara lain sebagai berikut :
1) Membedakan secara tajam antara hukum perdata dan hukum publik
2) Membedakan antara hak kebendaan dan perorangan
3) Menggunakan kodifikasi
4) Keputusan hakim terdahulu tidak mengikat.
2. Sistem Hukum Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo-Saxon biasa disebut “Anglo Amerika” atau Common Law”. Awalnya diterapkan dan mulai berkembang pada abad XI di Inggris, kemudian menyebar di negara jajahannya. Dalam sistem ini tidak ada sumber hukum, sumber hukum hanya kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan/keputusan pengadilan.
Berkembang diluar Inggris, di Kanada, USA, dan bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/common wealth) seperti: Australia, Malaysia, Singapore, India, dan lain-lain.
Nama Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M.
Sistem hukum anglo saxon ialah suatu sitem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
· Ciri-ciri dari common law system ini adalah, sebagai berikut:
- tidak ada perbedaan secara tajam antara hukum publik dan perdata
- tidak ada perbedaan antara hak kebendaan dan perorangan
- tidak ada kodifkasi
- keputusan hakim terdahulu mengikat hakim yang kemudian (asas precedent atau stare decisis)
Sumber Hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika adalah sebagai berikut:
1) Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental. Peran Hakim dalam sistem hukum Anglo Amerika adalah sebagai berikut:[7]
a) Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
b) Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.
c) Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent).
d) Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental. Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental. Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”. Berbeda dengan itu, bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort). Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.
· Sistem anglo saxon berorientasi pada Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung.
Aliran ini berpandangan secara bertolak belakang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut UU atau tidak.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan UU merupakan hal yang sekunder.
Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan yang berdasar keyakinannya merupakan hukum dan keputusannya ini lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
3. Sistem Hukum adat
Hukum Adat menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan, dan kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.
Dalam arti sempit sehari-hari yang dinamakan hukum adat adalah hukum asli yang tidak tertulis yang memberi pedoman kepada sebagian besar orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara satu dengan lainnya baik di desa maupun di kota.
Syarat-syarat dikatakan hukum adat antara lain:
a. Mengenai hal tertentu orang yang harus mengalami, bahwa hal itu telah sering terjadi, yaitu artinya telah berulang-ulang.
b. Masyarakat selalu memberi reaksi yang mana terhadap terjadinya peristiwa itu, yaitu selalu berbuat sama atau selalu tidak berbuat.
c. Masyarakat berpendapat, bahwa tiap-tiap kali berbuat sama terhadap hal-hal yang sama dan tertentu itu adalah sudah termasuk suatu keharusan.
Dengan kata lain, hukum adat adalah Seperangkat aturan tidak tertulis yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yg hidup di masyarakat yang dijadikan pedoman masyarakat untuk menjalankan aktifitas nya, dan ditegakkan oleh organisasi adat yang mendapatkan mandat.
Hanya terdapat dalam kehidupan sosial di Indonesia dan beberapa negara-negara Asia lainnya; seperti Cina, India Jepang, dan lain-lain. Bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.
Sumber Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya.
· Sifat hukum adat adalah sebagai berikut:
1) Tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya.
2) Berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti.
3) Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.
Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, sebagai berikut:
1) Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya.
2) Hukum adat mengenai warga (hukum warga)
a) Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
b) Hukum tanah
c) Hukum perutangan.
3) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat
4. Sistem Hukum Islam
Suatu sistem hukum yang mendasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah (kitab Al-qur’an) dan rasul-nya (kitab hadis) kemudian disebut dengan syari’at atau hasil pemahaman ulama terhadap ketentuan di atas (kitab fiqih) kemudian disebut dengan ijtihad yang menata hubungan manusia dengan allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan benda.
Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.
· Sumber Hukum dalam sistem hukum Islam adalah sebagai berikut:[12]
a. Al-Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
b. Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW.
c. Ijma’ yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup.
d. Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.
Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu:[13]
1) Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
2) Hukum duniawi, terdiri dari :
a) Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
b) Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
c) Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
0 Komentar