Secara singkat Setyo Utomo
menjelaskan, bahwa “sistem pemidanaan” dapat diartikan sebagai “sistem pemberian
atau penjatuhan pidana”. Sistem pemberian/penjatuhan pidana (sistem pemidanaan)
itu dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu:
1)
Dari sudut
fungsional (dari sudut bekerjanya/berfungsinya/prosesnya), sistem pemidanaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem (aturan perundangundangan) untuk
fungsionalisasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana, keseluruhan sistem
(aturan perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan
atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum)
pidana.
Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan identik dengan
sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana
Materiil/Substantif, sub-sistem Hukum Pidana Formal dan sub-sistem Hukum
Pelaksanaan Pidana. Ketiga sub-sistem itu merupakan satu kesatuan sistem
pemidanaan, karena tidak mungkin hukum pidana dioperasionalkanlditegakkan
secara konkret hanya dengan salah satu sub-sistem itu. Pengertian sistem
pemidanaan yang demikian itu dapat disebut dengan “sistem pemidanaan
fungsional” atau “sistem pemidanaan dalam arti luas”.
2)
Dari sudut
norma-substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif),
sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai Keseluruhan sistem aturan/norma hukum
pidana materiil untuk pemidanaan atau keseluruhan sistem aturan/norma hukum
pidana materiil untuk pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana. Dengan
pengertian demikian, maka keseluruhan peraturan perundang-undangan (“statutory
rules”) yang ada di dalam KUHP maupun UU khusus di luar KUHP, pada
hakikatnya merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan, yang terdiri dari “aturan
umum” (“general rules”) dan “aturan khusus” (“special rules”).
Aturan umum terdapat di dalam Buku I KUHP, dan aturan khusus terdapat di dalam
Buku II dan III KUHP maupun dalam UU Khusus di luar KUHP.[1]
0 Komentar