Pengertian Karya Sastra




Pengertian Karya Sastra

Karya sastra adalah karya seni  yang berbicara tentang masalah hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Esten, 1980). Seirama dengan  itu (Rusyana, 1982) menyatakan, “Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam pengungkapan penghayatannya tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa.”


Dari kedua pendapat itu dapat ditarik makna bahwa karya sastra adalah karya seni, mediumnya (alat penyampainya) adalah bahasa, isinya adalah tentang manusia, bahasannya adalah tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan. Dari situ pun dapat dimunculkan pertanyaan, “Apakah peserta didik perlu belajar sastra?”  Jika ia, apa hasil akhir yang diharpkan dari pembelajaran ini? Bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan?

Pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran bahasa. Namun,pembelajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pembelajaran bahasa. Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya.  Menurut (Oemarjati, 1992), seperti berikut ini.“Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman  siswa dan menjadikannya (lebih ) tanggap terhadap peristiwa-peristiwa  di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menum-buhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya  terhadap tata nilian – baik dalam konteks individual, maupun social.”

Jika disimak ketiga pendapat di atas, dapat diungkapkan bahwa pembelajaran sastra sangatlah diperlukan. Hal itu bukan saja ada hubungan dengan konsep atau pengertian sastra, tetapi juga ada kaitan dengan tujuan akhir dari pembelajaran sastra. Dewasa ini sama-sama dirasakan, kepekaan manusia terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar semakin tipis, kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi semakin berkurang.  Apakah ada celah alternatif melalui pembelajaran sastra untuk mengobatai kekurang pekaan ituInilah barangkali yang perlu menjadi bahan renungan sebagai dasar untuk mempersiapkan pembelajaran sastra di kelas.

Pembelajaran sastra adalah pembelajaran apresiasi. Menurut Efendi dkk. (1998), “Apreasisi adalah kegiatan mengakrabi karya sastra secara sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi tersebut terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu penerapan.”   Pengenalan terhadap karya sastra dapat dilakukan melalui membaca, mendengar,  dan menonton. Hal itu tentu dilakukan secara bersungguh-sungguh.

Kesungguhan dalam kegiatan tersebut akan bermuara kepada  pengenalan secar bertahap dan akhirnta sampai ke tingkat pemahaman.Pemahaman terhadap karya sastra yang dibaca, didengar, atau ditonton akan mengantarkan peserta didik ke tingkat penghayatan.  Indikator yang dapat dilihat setelah menghayati  karya sastra  adalah jika bacaan, dengaran, atau tontonan sedi ia akan ikut sedih, jika gembira ia ikut gembira, begitu seterusnya.  Hal itu terjadi seolah-olah ia melihat, mendengar, dan merasakan dari yang dibacanya. Ia benar-benar terlibat dengan karya sastra yang digeluti atau diakrabinya.

Setelah menghayati karya sastra, peserta didik akan masuk ke wilayah penikmatan. Pada fase ini ia telah mampu merasakan secara mendalam berbagai keindahan yang didapatkannya di dalam karya sastra. Perasaan itu akan membantunya menemukan nilai-nilai tentang manusia dan kemanusiaan, tentang hidup dan kehidupan yang diungkapkan di dalam karya itu. 

Menurut Rusyiana  (1984:322), “kemampuan mengalami pengalaman pengarang yang tertuang di dalam karyanya dapat menimbulkan  rasa nikmat pada pembaca.”  Selanjutnya dikatakan, “Kenikmatan itu timbul karena:

(1) merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain;

(2) bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan lebih baik;

(3) menikmati sesuatu demi sesuatu itu sendiri, yaitu kenikatan estetis.

Fase terakhir dalam pembelajaran sastra adalan penerapan. Penerapan merupakan ujung dari penikmatan. Oleh karena peserta didik merasakan kenikmatan pengalaman pengarang melalui karyanya, ia mencoba menerapkan nilia-nilai yang ia hayati dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan itu akan menimbulkan perubahan perilaku. Itulah yang diungkapkan oleh Oemarjati (1992), “Dengan sastra mencerdaskan siswa: Memperkaya Pengalaman dan Pengetahuan.”

Hal yang dikemukakan di atas ternyata sangat relevan dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang tertuang pada standar isi (Permendiknas Nomor 22/2006) nomor lima dan enam sebagai beriku t:

(5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,

(6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

0 Komentar