HADITS DARI SEGI KUANTITAS SANAD

 



A.    
Hadits Dari Segi Kuantitas Sanad

Sanad ditinjau dari segi bahasa berarti sandaran dimana kita bersandar padanya atau tempat berpegangMenurut istilah sanad adalah jalan yang menyampaikan kita pada matan haditsMatan adalah wujud dari sanad yang merupakan redaksi dari sabda nabi Muhammad SAW.
Secara terminology sanad berarti silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada nabi matan hadits. Maksud dari silsilah orang-orang tersebut adalah rangkaian orang-orang yang menyampaikan materi hadits tersebut. Dengan pengertian di atas hanya berlaku pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan. Sedangkan sebutan untuk pribadi yang menyampaikan hadits yang dilihat dari orang-perorangan disebut dengan rawi. Selain kata sanad terdapat istilah lainnya seperti asl Isnad, atau al Musnad.
Istilah al musnad adalah mengendorkan mengasalkan dan mengangkat. Maksudnya adalah menyadarkan atau menyadarkan hadits pada orang yang mengatakannya. Istilah al musnad mempunyai beberapa makna bisa berarti hadits yang diriwayatkan dengan menyebut sanad-sanadnya secara lengkap.
Contoh musnad adalah bisa berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan mufasil (hadits yang disanadkan kepada Nabi Muhammad SAW dan sanadnya bersambung). Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita ini. Diantara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian.

1.  Hadist mutawatir
Pengertian hadits mutawatir, secara bahasa adalah isim fail dari kata atawatur yang berarti at-tatabu, yaitu berturut-turut. Sedangkan menurut istilah adalah kabar yang didasarkan kepada panca indera (dilihat atau didengar oleh yang mengabarkan nya) diberitakan oleh segolongan manusia yang berjumlah banyak, mereka bersatu dan menurut adat mustahil mereka berdusta.
Dari  pengertian di atas dapat kita tentukan ciri-ciri hadits mutawatir,
  1. Hadits ini diriwayatkan oleh orang banyak.
  2. Diterima oleh orang banyak.
  3. Hadits yang diriwayatkan didasarkan pada pengamatan panca indera bukan pada penafsiran.
  4. Ukurannya banyak disini jumlah relatif, dengan ukuran berdasarkan sudut pandang kebiasaan masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk berdusta.
Syarat-syarat hadits mutawatir
·         Hadits yang diriwayatkan itu mengenai sesuatu dari nabi SAW , yang dapat ditangkap oleh panca indera seperti sikap, dan perbuatan beliau yang dapat dilihat atau sabda Nya yang dapat didengar. Misalnya para sahabat mengatakan” kami lihat Rasulullah SAW, berbuat begini atau kami lihat Rasulullah SAW bersikap begini”.
·         Perawinya menyampaikan jumlah yang menurut kebiasaan mustahil bersepakat untuk berdusta. Jumlah minimal ada yang mengatakan ada 10 rawi 20, 40 bahkan sampai ulama yang menetapkan minimalnya 70 orang rawi.
·         Jumlah perawinya pada tiap tingkatan tidak boleh kurang dari jumlah minimum (seperti ditetapkan pada nomor 2).
Bila suatu hadits sudah memenuhi 3 syarat di atas, maka tergolong hadits mutawatir dan benar atau pasti. Berasal dari nabi Muhammad SAW. para ulama membagi hadits mutawatir kepada beberapa macam antara lain :
A. Hadits mutawatir Lafzi
Adalah hadits mutawatir dengan susunan redaksi yang persis sama, sehingga garis besar serta perincian maknanya tentu sama pula. Hadits mutawatir lafzi juga diartikan sebagai hadits mutawatir dengan susunan redaksi yang sedikit berbeda, karena sebagian digunakan kata-kata muradifnya sehingga garis besar dan perincian makna hadits itu tetap sama. Contoh sabda Rasulullah.
من كذب علي فليتبوّا مقعذه من النار
“Barang siapa yang sengaja berdusta padaku maka hendaklah ia menempati tempat duduk nya di neraka”.
B.     Hadist mutawatir maknawi
Adalah, hadits mutawatir dengan makna umum yang sama walaupun berbeda redaksi nya, dan berbeda perincian maknanya. Walaupun berbeda redaksi dan perincian maknanya namun menyatu dalam makna umum yang sama contoh hadits mutawatir maknawi tentang mengangkat tangan waktu berdo’a minta hujan
ما رفع رسول الله ص.م يديه حتى روي بياض ابطيه بشيئ من دعائه إلا فى الإستسقاء
“Rasulullah SAW pada waktu berdo’a tidak mengangkat kedua tangganya begitu tinggi sehingga terlihat ketiaknya yang putih kecuali sewaktu berdo’a minta hujan”.
Umar bin Khatab mengatakan
كان رسول الله  ص.م إذا رفع يديه فى الدعاء لم يحطهما حتى يمسح وجهه
“Rasulullah SAW bila telah mengangkat kedua tangganya pada waktu berdo’a akan belum menurunkan kedua tangan nya tersebut sebelum menyapukan kedua tangan nya itu ke muka”.
Kedua hadits di atas berbeda redaksi dan perincian maknanya tapi mengandung pengertian umum yang sama yaitu mengangkat kedua tangan waktu berdo’a.
C.     Hadits Mutawatir Amali
Hadits mutawatir amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, kemudian juga dicontohkan dan di perbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi berikutnya.
Contoh : Hadits yang berkenaan dengan pelaksanaan waktu shalat fardhu, jumlah shalat fardhu, shalat jenazah, shalat Id dan kadar zakat harta.
2.      Hadist Masyhur
Para ulama mengatakan bahwa hadits masyhur adalah segala hadits populer dalam masyarakat meskipun tidak mempunyai sanad sama sekali, dengan tanpa membedakan apakah memenuhi kualitas shohih atau dhoif, kata masyhur secara bahasa telah diserap kedalam bahasa Indonesia dengan utuh, kata ini digunakan secara baku.
Dari pengertian di atas maka ulama terdapat beberapa macam yang terkenal di kalangan ulama tertentu, tanpa memperhatikan apakah kualitas sanadnya memenuhi syarat kemaysurannya atau tidak.
Misalnya:
Ø  Rasulullah SAW melarang jual beli yang di dalamnya terdapat tipu daya
Ø  Orang Islam yang sempurna itu adalah orang-orang yang jika orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangganya.
Secara terminology hadits masyur adalah
1)      Hadist yang mempunyai tujuan yang terhingga, tapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas yang mutawatir.
2)      Hadist yang disampaikan oleh orang banyak, akan tetapi jumlahnya tidak sebanyak mutawatir.
3)      Hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang perawi atau lebih.
Dari 3 pengertian di atas dapat dikatakan bahwa perawi hadits mansyur jumlahnya dibawah hadits mutawatir, artinya jumlah perawi pada hadits tersebut banyak.
Pembagian Hadist masyhur
1)      Hadist masyhur yang shohih
Adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat kesahihannya. Contoh : Bagi siapa yang hendak pergi shalat Jumat hendaklah dia mandi
2)      Hadits Mashyur yang hasan
Adalah  hadits yang kualitas perawinya dibawah hadits masyhur yang shohihContoh : Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim
3)      Hadist Masyur yang dhaif
Adalah hadits yang tidak memenuhi syarat atau kurang salah satu syarat dari hadits shahih. Contoh: Siapa yang mengetahui dirinya niscaya ia mengetahui tuhannya.

3.      Hadits Ahad
Hadits ahad adalah khabar yang diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang atau lebih tapi tidak cukup terdapat padanya sebab-sebab yang dapat menjadikan mutawatir. Hadits ahad menurut para ulama adalah hadits yang para rawinya tidak mencapai rawi hadits mutawatir, baik rawinya satu, dua tiga empat dan seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadits mutawatir.
            Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir. Macam-macam hadits ahad dilihat dari segi jumlah rawinya :
v  Hadist Azizi
Hadits aziz menurut bahasa adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi kendati 2 orang rawi itu tetap saja di pandang sebagai hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi dan karena itu termasuk hadits aziz.
قال رسول الله .ص نحن الأخرون فى الدنيا السابقون يوم القيامة
“Rasulullah SAW bersabda kita adalah orang-orang yang paling akhir di dunia dan yang paling terdahulu di akhirat”.
v  Hadist Gharib
Menurut bahasa gharibn adalah hadits yang diriwayatkan satu orang rawi (sendiri) pada tingkatan maupun sanadnya.
Disini kita dapat melihat perbedaan hadits mutawatir dan hadits ahad.
  1. Dari segi jumlah rawinya. Hadits mutawatir diriwayatkan oleh para rawi yang jumlahnya sangat banyak pada setiap tingkatan sehingga, menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta. Hadits ahad diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang menurut adat kebiasaan masih memungkinkan mereka untuk sepakat berdusta.
  2. Dari segi pengetahuan yang di hasilkan, hadits mutawatir menghasilkan ilmu qath’I (pasti), hadits ahad menghasilkan ilmu zhanny (bersifat dugaan).
  3. Dari segi kedudukan hadits mutawatir sebagai ajaran islam memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari hadits ahad, hadits ahad kedudukaunnya sebagai sumber ajaran islam.
  4. Dari segi keterangan tentang matan, hadits mutawatir mungkin bertentangan keterangan ayat dalam Alquran sedangkan hadits dalam kelompok ahad yang keterangan matan haditsnya berasal dari Rasulullah.
Dan ada juga yang membaginya hanya menjadi 2 yaitu:
v  Hadits mutawatir
v  Hadits Ahad
B.  Hadist Ditinjau Dari Kualitasnya
1.      Hadits Shahih
Hadist shahih menurut bahasa adalah hadits yang bersih dari cacat hadits yang benar-benar dari Rasulullah SAW. Kalau menurut ulama hadits shahih adalah hadits yang susunan lafaznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat Alquran.
Hal yang harus diperhatikan dalam hadits shahih
v  Sesungguhnya hadits shahih itu adalah yang musnad yakni sanadnya bersambung sampai yang teratas.
v  Hadits shahih bukannya hadits yang Syadz rawi yang meriwayatkannya memang terpercaya, akan tetapi ia menyalahi rawi-rawi yang lebih tinggi.
v  Hadits shahih bukan hadits yang terkena ilat, ilat adalah sifat yang tersembunyi yang mengakibatkan hadits tersebut cacat dalam penerimaannya.
v  Seluruh tokoh hadits shahih itu bersifat adil dan cermat, apabila salah seorang diantaranya kehilangan salah satu sifat adil atau sifat cermat, hadistnya dianggap dhaif.
 Pembagian hadist sahih berdasarkan murni dan tidak murninya :
a.         Hadist shahih murni
Adalah Hadist yang memuat sifat-sifat penerimaan hadits pada tingkat yang tertinggi.
b.        Hadits Shahih yang tidak murni
Adalah hadits yang menjadi shaih karena suatu yang lain, yakni apabila ia tidak memuat sifat-sifat diterimanya suatu hadits pada tingkat yag tertinggi, seperti hadits hasan yang tingkat perawinya tidak dapat mencapai kedudukan perawi hadits shahin.
Hadist Shahih terbagi beberapa macam :
a.       Hadist Shaih Li-Zhatih
Adalah Hadist yang sendiri maksudnya hadits shaih yang memiliki lima syarat atau kriteria.
      b.      Hadist Shahih Li Ghirih
Adalah hadist yang keshaihannya dibantu oleh adanya keterangan lain, hadist kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya, di antara perawinya pada kurang yang sempurna kedhabitannya, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dikatakan hadits shahih.
Kehujjahan Hadist Shahih
            Para ualama sependapat bahwa hadits ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syariat islam, namun mereka berbeda pendapa,  hadits kategori ini dijadikan hujjah untuk menetapkan soal-soal akidah.
2.      Hadist Dhaif
Hadist dhaif menurut bahasa adalah hadits yang lemah yaitu para ulama memiliki dugaan yang lemah (kecil/rendah) teang benarnya hadits itu bersal dari rsulullah SAW. Hadits dhaif menurut para ulama adalah hadits yang tidak menghimpum sifat-sifat hadits dan juga hadits hasan.
Batasan hadits dhaif adalah    hadits yang padanya tidak terdapat ciri-ciri hadits shahih dan hadits hasan.
Beberapa ahli hadits ada yang mencoba menghimpun bentuk-bentuk logis bermacam-macam hadist dhoif yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih atau hasan ternyata terdapat 381 macam bentuk yang kebanyakan tidak aktual dan tidak menunjukkan ciri-ciri tertentu diatara banyak macam-hadist dhaif yang diistilahkan oleh para penekan ilmu ini.   
Yang termasuk kategori ghairu ma’mulbih adalah
v  Yang marjuh adalah hadits yang kehujahannya dikalahkan oleh hadits yang lebih kuat.
v  Yang mansukh adalah hadits yang datang terdahulu yang ketentuan hukumnya telah dinasakhkan atau dihapus oleh hadits yang datang kemudian.
v  Yang mutawaquffih adalah hadits yang kehujaahnya itu ditangguhkan karena terjadi pertentangan satu hadits dengan hadits lain yang belum dapat diselesaikan.
C.    Hadist Shahih
Shahih menurut lughot, lawan dari saqim, yang sehat lawan yang sakit dan bermakna haq, lawan bathil, pada jumhur ulama hadits ada beberapa ta’rifnya. Di dalam muqadimah  disebutkan bahwa shahih itu adalah hadits yang sejahtera lafadznya dari keburukan susunannya sejahtera maknanya dari menyalahi ayat. Atau khabar mutawatir atau ijmak dan segala perawinya orang yang adil.
Menurut para ulama adalah hadits yang bersambung sanadnya dan dipindahkan oleh orang yang adil dan kokoh ingatan nya serta tidak terdapat padanya keganjilan dan cacat yang memburukkan.
Aimatil Muhadisin mengatakan bahwa hadits shahih itu adalah yang sanadnya muttasil para perawinya dhabit dan terhindar dari syad dan cacat semuanya adalah orang-orang yang telah terkenal keadilan nya dan tidak termasuk orang yang kena jarah.
Jadi semua pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa hadits shahih itu adalah terpercaya rawinya dan bukan hadits yang terkenan jarah atau ilat dan bersambung sanadnya dan  diriwayatkan oleh oran gyang adil dan para perawinya adalah irang-orang yang dhabit.
Dimaksud dengan dhabit adalah tetap memperhatikan lafadznya dan memelihara aoa yang dilafadzkannya jika sejahtera dari ilat yang menyebabkan lemahnya hadits seperti suatu hadits yang sebenarnya musal diriwayatkan secara maudhul atau yang sebenarnya mugathi diriwayatkan secara mausul.
Dimaksud orang yang adil adalah orang yang lurus keadaan agamanya tidak berbuat maksiat dan memelihara muruahnya.
Ada juga hadits tidak shaih seperti :
1. Hadist mursal yaitu hadits yang kehilangan sanadnya karena salah satu sanadnya tersambung atau lebih tetap dikatakan hadits dhaif. contoh sanad hadits mursal yang tercantum dalam Sunan Abi Dawud bagi hadits yang berbunyi: “Cukuplah seseorang itu berdosa apabila dia menceritakan setiap perkara yang didengarinya.” [HR Abu Dawud, no. hadits 4340].
2.  Hadist muqathi yaitu hadits yang terputus sanadnya karena salah satu tokoh nya gugur atau belum jelas tentang keberadaannya.
3.  Hadits mu’adha yaitu hadits yang sansdnya gugur dua atau lebih sehingga terputus sanadnya dsn diragukan keberadaannya.
4.  Hadits muaallaq yaitu hadits yang tidak disebutkan sanadnya sama sekali sehingga sanadnya tidak mungkin dapat diterima.
Tingkatan hadits Shahih                                                                   
Hadits shahih terdiri pula dari beberapa tingkatan sesuai dengan keadaan perawinya sendiri. Hadits yang perawinya lebih adil dan lebih dhabit merupakan hadits yang paling shahih dan dinamakan ashabul asnad (sanad yang paling shahih).
Menurut para ulama atau sebagian ulama mengatakan bahwa ashabul Sanad itu adalah yang paling shahih yaitu
·         Az-Zuhry dari salim bin abdilaah bin umar bin Al Khatab dari ayahnya dari Rasulullah SAW.
·         Sulaiman Al-A’Nasy dari Ibrahim annnakhwa’iy dari Alqamah bin qais dari abdillah bin Mas’ud dari shahibir risalah Rasulullah
Kadang-kadang derajat hadits shahih itu tergantung pula dari negeri tepat perawi asalnya, sehingga di katakanlah bahwa ashabul asnad itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh ahli Madinah, kemudian ahli basrah lalu ahli syam dan seterusnya.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan hadits shahih itu terdiri atas beberapa tingkatan yang paling tinggi tingkatannya adalah hadits diriwayatkan oleh asy Shakam ( Al-Bukhari dan Muslim), kemudian yang diriwayatkan secara infirat oleh al Bukhari saja lalu diinfiratkan oleh muslim saja. Seterusnya hadits yang dishahihkan berdasarkan syarat keduanya walaupun tidak diriwayatkan dalam ash-Shahihah, baru yang dishahihkan berdasarkan syarat muslim saja, dan akhirnya yang disahihkan oleh imam muhadistin, selain keduanya.
Hadits yang paling shahih dalam suatu masalah sudah menjadi kebiasaan pula bagi para muhadisin mengatakan inilah hadits yang paling shahih. Dalam mengomentari perkataan tersebut, tidak boleh diartikan sebagai penafsiran suatu hadits sebab hadits yang dikatakan itu bisa saja dhaif namun hadits itu lah yang paling kuat atau paling kurang dhaifnya dalam masalah tadi.
Faedah hadits shahih dan tafsiran nya :
Sepakat semua ulama menetapkan bahwa hadits yang mutawatir menfaedahkan qadim sebagaimana dikatakan oleh ibnu nush shaleh.
Sayarat-syarat hadist shahih
Hadits Shahih mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi  yaitu :
·         Sanad yang bersambung ittisal.
·         Para perawinya adalah orang-orang yang adil.
·         Para perawinya adalah tidak tergolong syads (lemah).
·         Para perawinya tidak tergolong tercela.
Dalam syarat-syarat yang ada ini terdapat unsur pendukung adanya syarat tersebut para pakar ada yang membahas secara terpisah artinya menjadi syarat tersendiri yang akan menentukan shahih atau tidaknya suatu hadits. Namun ada lagi yang membahas dalam bentuk syarat pokok dan lainnya termasuk cabang dari syarat yang pokok. Akan tetapi perbedaan ini tidak terpengaruh pada penilaian suatu haist apa ma’qul mardud .

0 Komentar