PROSES PRA PERKARA DALAM PENGADILAN AGAMA



 

I.            Penerimaan Perkara

A.    Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama

1)   Petugas meja 1 menerima gugatan, permohonan, verzet, permohonan banding, permohonan kasasi, permohonan peninjauan kembali, permohonan eksekusi dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet);

2)      Perlawan atas perlawanan verstek (verzet) tidak di daftar sebagai perkara baru dan pelawan di bebani biaya untuk pemanggilan dan pemberitahuan pihak-pihak yang di taksir oleh petugas meja I;

3)       Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) didaftar sebagai perkara baru dari register gugatan.

4)        Dalam pendaftaran perkara, dokumen yang perlu di serahkan kepada petugas meja I adalah:

a.    Surat gugatan atau surat permohonan yang di tujukan kepada ketua pengadilan agama yang berwenang;

b.    Surat kuasa khusus ( dalam hal pengugagatan atau pemohonan menguasakan kepada pihak lain );

c.     Foto kopi kartu anggota advokat bagi yang menggunakan jasa advokat;

d.    Bagi kuasa insidentil, harus ada surat keterangan tentang hubungan keluarga dari kepala desa/lurah dan/ surat izin khusus dari atasan bagi PNS dan anggota TNI POLRI  ( surat edaran TUADA ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/881987);

e.    Salinan putusan ( untuk permohonan eksekusi );

f.       Salain surat-surat yang di buat diluar negri harus di sahkan oleh kedutaan/pewakilan Indonesia di Negara tersebut, dan harus di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah yang di sumpah.

5)      Surat gugatan/permohonan di serahkan kepada petugas meja I sebanyak jumlah pihak, di tambah 3 (tiga) rangkap termasuk asli untuk majelis;

6)      Petugas Meja Imenerima dan memerikasa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (check list);

7)      Petugas meja I menaksir panjar biaya perkara atas dasar surat keputusan ketua pengadilan agama;

8)      Perincian perkara tersbut harus di temple di papan pengumuman pengadilan agama;

9)      Dalam penaksiran panjar biaya perkara perlu di pertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a.         Jumlah pihak-pihak yang berperkara;

b.         Jarak tempat tinggal dan kondisi para pihak;

c.         Dalam perkara cerai talak harus di perhitungkan juga biaya pemanggilan para pihak untuk siding ikrar talak

10)   Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas meja I membuat surat kuasa untuk mebayar  ( SKUM ) dalam rangkap 3 :

a.         Lembar pertama untuk pengugat/permohon;

b.         Lembar kedua pemegang kas;

c.         Lembar ketiga di lampirkan dalam berkas gugatan/permohonan;

11)   Petugas meja I mengembalikan berkas kepada penggugat/pemohon untuk di teruskan kepada pemegang kas;

12)   Penggugat atau pemohon membayar uang panjar biaya perkara yang tercantum dalam SKUM ke bank;

13)   Pemegang kas penerima bukti setor ke bank dari penggugat/pemohon dan membukukannya dalam buku jurnal keuangan perkara;

14)   Pemegang kas membutuhkan cap tanda lunas member nomor SKUM;

15)   Nomor halaman buku jurnal adala nomor urut perkara yang di kemudian di cantukan dalam SKUM dan lembar pertama surat gugatan/permohonan;

16)   Pemegan kas menyerahkan berkas perkara kepada penggugat/pemohon agar di daftarkan kepada petugas meja II;

17)   Petugas meja II mencatat perkara tersebut dalam buku register induk gugatan/pemohonan sesuai dengan nomor perkara yang di cantumkan pada SKUM;

18)   Petugas meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan/pemohonan yang telah di daftarkan berikut SKUM rangkap pertama kepada penggugat/pemohon;

19)   Petugas meja II memasukan berkas surat gugatan/pemohon tersebut dalam map berkas perkara dan menyerahkannya kepada wakil panitera untuk di sampaikan kepada ketua pengadilan agama melalui panitera.

II.         Persiapan Persidangan

1)    Dalam jangka waktu tiga hari setelah proses registrasi di selesaikan, petugas meja II menyampaikan berkas gugatan atau permohonan kepada wakil panitera untuk di sampaikan kepada ketua pengadilan agama melalui panitera dengan di lampiri formulilir penetepan majlis hakim ( PMH );

2)    Majlis hakim harus terpilih dari tiga ornag hakim ( kecuali UU ), dengan ketentuan:

a)    Ketua dan wakil ketua pengadilan agama  selalu menjadi ketua majlis;

b)    Ketua majalis hendaknya hakim senior pada pengadilan tersebut. Senioritas tersebut di dasarkan pada lamanya sesorang menjadi hakim;

c)    Tiga orang hakim yang menempati urutan senioritas terakhir dapat saling menjadi ketua majlis dalam perkara yang berlainan;

d)    Susunan majlis hakim hendaknya di tetapkan secara tetap untuk jangka waktu tertentu;

e)    Untuk memeriksa perkara-perkara tertentu,ketua pengadilan Agama dapat membentuk majelis khusus;

f)     Majelis Hakim dibantu oleh panitera pengganti dan juru sita.

3)    Ketua Pengadilan Agama selambat-lambatnya dalam waktu 3 hari kerja menetapkan majelis hakim yang akan menyidangkan perkara.

4)    Apabila ketuapengadilan Agama karena kesibukannya berhalangan untuk melakukan hal itu,maka ia dapat melimpahkan tugas tersebut untuk seluruhnya atau sebagiannya kepada wakil ketua pengadilan Agama tau hakim senior yang bertugas di pengadilan Agama itu;

5)    Penetapan Majelis Hakim dicatat oleh petugas meja II dalam buku Register Induk perkara.

B.      Penunjukan Panitera Pengganti 

1.    Panitera menunjuk panitera pengganti untuk membantu majelis hakim dalam menangani pekara;

2.    Panitera Pengganti membantu majelis hakim dalam persidangan;

3.    Penunjukan Panitera Pengganti dicatat oleh petugas meja II buku Register induk perkara.

 

C.      Penetapan Hari Sidang Oleh Ketua Majlis

1)    ketua majlis membuat surat penetapan Hari Sidang (model PHS) untuk menentukan hari sidang pertama akan di mulai;

2)    Nomor kode indeks penetapan adalah nomor agenda surat keluar biasa;

3)    Jika panitera sidang belum ditunjuk dalam penetapan PMH terdahjulu, ketua majelis sekaligus menunjuk pula panitera sidangnya.

Berdasarkan PHS, juru sita akan melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang berperkara untuk menghadiri sidang sesuai dengan hari,tanggal,jam dan tempat yang ditunjuk dalam PHS. Penetapan hari sidang selain “ sidang pertama” dapat ditentukan dan dicatat saja dalam berita acara sidang(tidak perlu dengan PHS lagi).

Penetapan hari sidang untuk sidang pertama sangat menentukan sekali, karenanya ia harus dibuat tersendiri.Kita ketahui, bila tergugat sudah dipanggil dengan patut pada siang pertama,ia atau kuasa sahnya tidak menghadap, ia akan diputus verstek.Jika penggugat sudah dipanggil dengan opatut,ia atau kuasa sahnya tyidak datang menghadap pada sidang pertama maka perkaranya akan diputus dengan digugurkan.

 Jika pada apa yang diistilahkan dengan” sidang pertama” itu tergugat atau penggugat pernah hadir, lalu pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir bahkan sampai waktu mengucapkan keputusan juga tidak hadir, maka putusan yang diberikan bukan lagi putusan verstek dan bukan lagi putusan digugurkan , melainkan disebut putusan “contardictoir” atau putusan” op tegenspraak”.

1)        Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas dalam waktu 7 ( tujuh ) hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang.pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh ) hari sejak tanggal surat gugatan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan Agama;

2)        Dalam menetapkan hari sidang , ketua Majelis Hakim harus memperhatikan jauh / dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat persidangan;

3)        Dalam menetapkan hari sidang,dimusyawarahkan dengan para Anggota Majelis Hakim;

4)        Setiap hakim harus mempunyai jadwal persidangan yang lengkap dan dicatat dalam buku agenda perkara masing-masing;

5)        Dafttar perkara yang akan disidangkan harus sudah ditulis oleh panitera pengganti pada papan pengumuman pengadilan agama sebelum persidangan dimulai sesuai nomor urut perkara;

6)        Panitera pengganti harus melaporkan hari sidang pertama , penundaan sidang beserta alasannya kepada petugas meja II dengan menggunakan lembar instrument;

7)        Petugas meja II harus mencatat laporan pnitera pengganti tersebut dalam buku register perkara.

D.      Pemanggilan Para Pihak

1)        Panggilan terhadap para pihak untuk menghadiri sidang dilakukan oleh juru sita / juru sita pengganati kepada para pihak atau khususnya di tempat tinggalnya;

2)        Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya,maka surat panggilan diserahkan kepada lurah / kepala desa dengan mencatat nama penerima dan ditandatangani oleh penerima,diteruskan kepada yang bersangkutan;

3)        Tenggat waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang ppaling sedikit tiga hari kerja;

4)        Surat pangglina kepada tergugat untuk sidang oertama harus di lampiri salinan surat guguatan. Jurusita harus memberitahukan kepada pihak tergugat bahwa ia boleh mengajukan jawaban tertulis yang di ajukan dalam sidang.;

5)        Penyampaian salinan gugatan dan pemberitahuan bahwa tergugat dapat mengajukan jawaban tertulis tersebut harus di tulis dalam relaas panggilan;

6)        Apabila tempat kediaman orang yang di panggil tidak di ketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilannya dapat di laksankan dengan melihat jenis perkaranya, yaitu :

 

a)         Perkara di bidang perkawinan

1)        Pemangglian dilaksanakan melalui satu atau beberapa surat kabar atau media masa lainnya yang di tetapkan oleh ketua pengadilan agama;

2)        Pengumuman melauli surat kabar atau media masa sebagaimana tersebut di atas harus di laksanakan sebanyak dua kali dengan tenggat waktu antara pengumuman pertama dan kedua selama satu bula, tenggat waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan di tetapkan sekurang kurangnya tiga bulan;

3)        Dalam hal pemanggilan sudah di laksanakan sebagaimana tersebut dan tergugat atau kusa hukumnya tidak hadir maka guguatan di terima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila guguatan itu tanpa hak atau tidak beralasan;

4)        Apabila dalam persidangan pertama perkara belum putus maka dalam persidnagan berikutnya tergugat atau temohon tidak perlu di panggil lagi ( pasal 27 PP No. 9 tahun 1975 jo pasal 139 KHI );

5)        Apabila sebelum hari persidangan yang telah di tetapkan tegugut atau temohon hadir dan atau di ketahui tempat tinggalnya maka penggugat/termohon harus memperbaiki surat gugatan atau permohonan sesuai dengan tempat tinggal tergugat/temohon dan selanjutnya panggilan di sampaikan ke tempat tinggalnya.

b)      Perkara yang berkenaan dengan harta kekayaan.

1)        Pemanggilan dalam perkara yang berkenaan dengan harta kekayaan di laksanakan melalui bupati/wali kota dalam wilayah yurisdiksi pengadilan agama setempat;

2)        Surat panggilan di tmpelkan pada papan pengumuman bupati/walikota dan papan pengumuman pengadilan agama (pasal 390 ayat (3) HIR/pasal 718 ayat (3) RBG);

3)        Dalam hal yang di panggilan meninggal dunia, maka di sampaikan kepada ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak di kenal atau tidak di ketahui tempat tinggalnya, maka panggilan di laksanakan melalui kepala desa/lurah ((pasal 390 ayat (2) HIR/pasal 718 ayat (2) RBG);

4)        Pemanggilan terhadap tergugat/temohon yang berada di luar negri harus dikirim melaui departemen luar negri harus dikirim c.q Derjen Protokol dan konsuler departemen luar negri dengan tembusan di sampaikan kepada kedutaan besar Indonesia di Negara yang bersangkutan.

5)       Pemohonan panggilan sebagaimana tesebut pada angka 4 tidak perlu di lampiri surat panggilan, tetapi permohonan tersebut di buat sendiri yang sekaligus berfungsi sebagai surat panggilan (Relaas). Meskipun surat panggilan (Relaas) itu tidak kembali atau tidak di kembalikan oleh direktorat jendral protocol dan konsuler departemen luar negri, pengadilan tersut sudah di anggap sah, resmi dan patut (surat KMA kepada ketua pengadilan agama batam No. 055/75/91/1/UMTU/PDT./1991 tanggal 11 Mei 1991;

6)        Tenggang waktu antara pemanggilan dengan pesidangan sebagaimana tersbut dalam angka 4 dan 5 sekurang kurangnya 6 bulan sejak surat permohonan pemanggilan di kirimkan;

7)        Terhadap perkara yang di tetapkan prodeo tidak di kenakan biaya apapun.


0 Komentar