A. Pengaturan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial
Pencemaran nama baik melalui media sosial merupakan tindak pidana apabila menuduh dengan cara membuat pernyataan salah satu pihak merasa dirugikan yang berakibat tercermanya dan ternodanya nama baik, oleh karena itu perbuatan kejahatan menghina dapat berakibat tuntutan pidana di pihak yang merasa dihina dan harus dibuktikan kebenarannya dalam proses penyidikan dan penyelidikan pihak Kepolisian.
Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/penistaan terhadap seseorang pernyataan hal ini terdapat dalam Buku I KUHP khususnya pada pasal 310 ayat (1) Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Kalau hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena menista dengan tulisandengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri. vii Dan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (3) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik.
B. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial
Penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah Polisi. Akan tetapi ketentuan yang mengenai tugas dan kewenangan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan instansi Kepolisian. Sistem peradilan dalam menyelesaikan perkara tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial yaitu sebagai berikut :
1. Adanya laporan atau pengaduan pencemaran nama baik melalui media sosial. Penghinaan atau pencemaran nama baik dapat diproses secara hukum, oleh karenanya sebagai delik aduan maka yang boleh melaporkan tentang adanya dugaan pencemaran nama baik hanyalah orang yang menjadi “korban” secara langsung;
2. Adanya dugaan peristiwa pidana yang telah terjadi. Unsur yang dikategorikan sebagai pencemaran nama baik harus dipenuhi adalah :
a) Adanya hal atau keadaan yang tidak benar yang dikomunikasikan lewat internet;
b) Hal atau keadaan tersebut mengenai diri seseorang atau suatu badan;
c) Hal atau keadaan tersebut dipublikasikan kepada orang lain;
d) Publikasi tersebut mengakibatkan kerugian bagi seseorang yang menjadi objek;
3. Adanya dugaan peristiwa pidana yang telah terjadi, Tempos delicty atau waktu kejadian untuk menerangkan waktu peristiwa pidana itu terjadi, dengan adanya waktu pidana tersebut akan memberikan pemahaman kapan peristiwa pidana itu terjadi.
4. Tempat atau lokasi terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik. Lembaga Penyidik tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial telah berjalan semenjak di sahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia), Oleh karena itu Polri adalah lembaga memiliki wewenag untuk menyidik suatu tindak pidana sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Pembuktian merupakan tahapan yang memegang peranan dalam proses di penyelidikan karena menentukan dapat atau tidak dilanjutkannya suatu perkara pidana. Di dalam pemuktian tindak pidana pencemaran nama baik yang menjadi barang bukti adalah barang yang digunakan oleh tersangka dalam melakukan tindak pidana seperti akun, email dan passwordnya, handphone, memori handphone, nomor handphone yang digunakan dan komputer, Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan terdakwa.
Penangkapan sejajar dengan arrest, sedangkan penahanan dengan detention jangka waktu penangkapan tidak lama dalam hal tertangkap tangan, penangkapan hanya berlangsung antara ditangkapnya tersangka sampai ke Pos Polisi terdekat. bahwa terdapat perubahan pada proses penahanan terhadap tersangka tindak pidana pencemaran nama baik yakni, tidak dapat dilakukan penahanan pada tindak pidana pencemaran nama baik tidak diadakan penangkapan ataupun penahanan dikarenakan pidana penjara yang diberikan dibawah 5 tahun.
Dalam pasal 43 ayat (3) yaitu Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua Pengadilan negeri setempat. Berdasarkan wawancara dengan Penyidik cyber Ditreskrimsus Polda NTB penggeledahan dilakukan apabila unsur tindak pidana pencemaran nama baik terpenuhi sedangkan penyitaan dilakukan dengan mengambil data dan alat yang digunakan.
Setelah berkas dinyatakan P21 (Pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap) oleh pihak Kejaksaan maka wewenang untuk melakukan penyidikan sudah diserahkan ke Kejaksaan. Dalam tahap ini berakhir pula tugas Kepolisian. Namun apabila pihak Kejaksaan berkas perkara menyatakan P19 (Pengembalian Berkas Perkara untuk dilengkapi). Hal ini dikarenakan kurangnya barang bukti dan kelengkapan lain yang membuat berkas tidak memenuhi unsur tindak pidana pencemaran nama baik, Sehingga penyidik harus mengumpulkan bukti yang lain atau mengirimkan SP3 (Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan) kepada pihak pelapor, hal ini tercantum pada Pasal 109 ayat (2). Apabila serangkaian tindakan penyelidkan dan penyidikan telah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum, atau dikenal dengan perkara telah dinyatakan P.21, yang berarti berkas perkara sudah lengkap kemudian tugas penyidik berikutnya adalah menyerahkan berkas perkara dan sekaligus tersangkanya kepada jaksa penuntut umum, setelah ada pernyataan penyerahan perkara dan tersangkanya atau yang dikenal pula dengan sebutan penyerahan berkas perkara tahap dua, maka tugas Polri selaku penyidik telah selesai. Tugas selanjutnya terhadap perkara itu sepenuhnya berada pada kewenangan jaksa penuntut umum, yaitu menyiapkan surat dakwaan.
Selanjutnya Majelis Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaan, sesuai Pasal 143 KUHAP menentukan syarat surat dakwaan yang berisi :
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Tahapan yang
dilakukan selanjutnya adalah dibuatnya hari sidang, pada minggu berikutnya
memeriksa para saksi-saksi, adalah orang yang pertama kali mengetahui secara
langsung tindak pidana pencemaran nama baik tersebut. Apabila barang bukti
telah dinyatakan lengkap dan saksi-saksi sudah ditanyakan maka proses
selanjutnya adalah pemeriksaan terdakwa, rangkaian ini menandai akan selesainya
proses persidangan untuk menentukan salah atau tidaknya, berat ringannya
putusan hakim walaupun dalam tindak pidana pencemaran nama baik terdakwa tidak
ditahan namun agar tegaknya hukum maka proses persidangan tetap akan dijalani
sesuai dengan Undang-Undang dan Kitab Hukum Acara Pidana. Mengenai putusan
yakni berdasarkan Pasal 1 butir 11 KUHAP putusan pengadilan adalah pernyataan
Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka untuk umum yang dapat
berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
0 Komentar