Dasar Hukum Pelaksanaan Rekonstruksi oleh Penyidik adalah Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian Buku Petunjuk Pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana (“Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana”). Bab III tentang Pelaksanaan, angka 8.3.d Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan bahwa: “Metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik :
(1) interview,
(2) interogasi,
(3) konfrontasi,
(4) rekonstruksi.”
Jadi, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana. Tujuan dari pemeriksaan sendiri dapat disimpulkan dari pengaturan Bab III angka 8.3.a Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana yang menyebutkan :
“Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan.”
Baca juga :.....hukum memeriksa handphone tanpa seizin pemilik
Sedangkan, asas praduga tak bersalah dijumpai dalam penjelasan umum butir 3 huruf c UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Mengenai penerapan asas praduga tak bersalah, M. Yahya Harahap dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan” (hlm..134) menjelaskan, “Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap".
Menurut Pasal 66 KUHAP, “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.” Yahya berkomentar mengenai pasal ini (hlm. 42) sebagai berikut:
“Penuntut umumlah yang dibebani kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa. Atau penyidiklah yang berkewajiban bertugas mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan membuktikan kesalahan tersangka.”
Karena tersangka tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan, ia dapat menolak untuk melakukan rekonstruksi. Hal ini juga sejalan dengan pengaturan Bab III angka 8.3.e.6 Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana yang menyatakan :
“Pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan.”
Jika tersangka menolak untuk melakukan rekonstruksi, penyidik dilarang untuk menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun untuk memaksa tersangka melakukannya.
Hal ini juga berhubungan dengan asas non-self incrimination, yaitu seseorang tersangka/terdakwa berhak untuk tidak memberikan keterangan (termasuk dalam bentuk rekonstruksi) yang akan memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan. Simak juga artikel Hak untuk Mangkir.Karena tersangka tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan, ia dapat menolak untuk melakukan rekonstruksi. Hal ini juga sejalan dengan pengaturan Bab III angka 8.3.e.6 Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana yang menyatakan :
“Pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan.”
Jika tersangka menolak untuk melakukan rekonstruksi, penyidik dilarang untuk menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun untuk memaksa tersangka melakukannya.
Hal ini juga berhubungan dengan asas non-self incrimination, yaitu seseorang tersangka/terdakwa berhak untuk tidak memberikan keterangan (termasuk dalam bentuk rekonstruksi) yang akan memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan. Simak juga artikel Hak untuk Mangkir.
0 Komentar