GERHANA
(Perhitungan Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan)
A. Gerhana
Gerhana adalah fenomena astronomi yang terjadi sebuah benda angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Istilah ini umumnya digunakan untuk gerhana matahari ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari, atau gerhana bulan saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Namun, gerhana juga terjadi pada fenomena lain yang tidak berhubungan dengan Bumi atau Bulan, misalnya pada planet lain dan satelit yang dimiliki planet lain.
Perhitungan Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan Menurut Ilmu Falaq, Sistem tata surya kita yang terdiri atas sembilan planet, bulan, komet, dan asteroid yang merupakan atau anggota benda-benda angkasa. Benda-benda angkasa tersebut selalu bergerak secara tetap. Pusat dari benda-benda angkasa atau tata surya kita adalah Matahari. Matahari berputar pada porosnya (rotasi) selama 25 hari. Bumi yang merupakan planet ketiga dari Matahari, berputar pada porosnya dalam jangka waktu 24 jam. Selain berputar pada porosnya, bumi juga berputar mengelilingi matahari atau disebut juga revolusi. Jalur bumi untuk mengitari matahari disebut dengan orbit.
Untuk mengelilingi matahari, bumi memerlukan waktu selama 365 ¼ hari atau kira-kira 1 tahun. Bulan mengelillingi bumi selama 27 ½ hari. Karena bumi juga berputar, maka bulan memerlukan waktu lebih untuk kembali pada posisinya semula. Bulan merupakan tetangga terdekat Bumi dalam tata surya. Terkadang selama dalam jalur orbitnya, bulan dan bumi menjadi satu garis atau sejajar. Ketika hal ini terjadi maka inilah yang disebut dengan Gerhana. Secara garis besar gerhana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: gerhana matahari dan gerhana bulan.
B. Gerhana Matahari
GERHANA, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Eclipse” dan dalam bahasa Arab dikenal dengan nama “Kusuf” dan “Khusuf” . pada dasarnya istilah Khusuf dapat dipergunakan untuk menyebut gerhana matahari maupun gerhana bulan. Hanya saja, kata “Kusuf” lebih dikenal untuk menyebut gerhana matahari, sedangkan kata “Khusuf” untuk gerhana bulan.
Kusuf berarti “menutupi”. Ini menggambarkan adanya fenomena alam bahwa (dilihat dari bumi) bulan menutupi matahari, sehingga terjadi gerhana matahari. Sedangkan Khusuf berarti “memasuki”, menggambarkan adanya fenomena alam bahwa bulan memasuki bayangan bumi, sehingga terjadi gerhana bulan.
Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara bumi dan matahari sehingga menghalangi sebagian atau seluruh cahaya matahari. Walaupun bulan berukuran lebih kecil, bulan mampu menghalangi cahaya matahari karena bulan lebih dekat dari bumi (jarak rata-rata 384.400 km) dibanding jarak matahari ke bumi (jarak rata-rata 149.680.000 km).
Gerhana matahari merupakan peristiwa jatuhnya bayang-bayang bulan ke permukaan bumi akibat terhalangnya sinar matahari menuju bumi oleh bulan. Kondisi ini terjadi jika matahari-bulan-bumi berada dalam satu garis lurus serta bulan terletak di sekitar titik potong antara bidang edar bulan mengelilingi bumi dan bidang edar bumi mengelilingi matahari. Perubahan ukuran piringan bulan dan matahari itu terjadi akibat lintasan bumi mengelilingi matahari dan lintasan bulan mengelilingi bumi yang sama-sama berbentuk elips. Lintasan elips pulalah yang membuat jarak matahari-bumi dan jarak bulan-bumi berubah secara periodik.
Pada saat jarak matahari-bumi (aphelion) mencapai maksimum sejauh 152,1 juta kilometer, radius piringan matahari berukuran 944 detik busur (1 detik busur = 1/3.600 derajat). Adapun pada jarak terdekat bumi-matahari (perihelion) sejauh 147,1 juta km, radius piringan matahari mencapai 976 detik busur.
Sementara itu, jarak bulan-bumi pada titik terjauhnya (apogee) pada jarak 405.500 km memiliki radius piringan bulan sebesar 882 detik busur. Adapun pada titik terdekatnya antara bulan-bumi sejauh 363.300 km, radius piringan bulan mencapai 1.006 detik busur. Bayang-bayang bulan yang jatuh ke permukaan bumi memiliki dua bagian, yaitu bayangan inti (umbra) dan bayangan tambahan (penumbra). Penduduk bumi yang dilintasi wilayah umbra tidak akan melihat matahari karena seluruh sumber cahayanya ditutupi bulan. Adapun jika berada di daerah yang dilalui penumbra, mereka masih dapat melihat sebagian sinar matahari.
Selisih antara bulan baru dengan bulan purnama sekitar 15 hari. Jadi, apabila gerhana pertama terjadi antara tanggal 1 hingga 15, maka ada kemungkinan akan terjadi gerhana kedua pada tanggal 15 hingga 31. Bahkan bisa pula terjadi dalam satu bulan ada berlangsung tiga gerhana, yaitu pada tanggal 1, 15, dan 30 atau 3. Setelah satu bulan, maka kemungkinan gerhana berikutnya terjadi pada enam bulan kemudian.
Contohnya, karena gerhana tahun ini sudah terjadi pada Januari, maka gerhana berikutnya akan terjadi pada 26 Juni (gerhana bulan sebagian) dan 11 Juli (gerhana matahari total). Setelah itu, gerhana terjadi lagi pada 21 Desember (gerhana bulan total).
Gerhana matahari akan terjadi pada saat ijtima’ (konjungsi), dimana bulan dan matahari berada di salah satu titik simpul atau didekatnya. Sedangkan gerhana bulan akan terjadi pada saat istiqbal (oposisi), dimana bulan berada pada salah satu titik simpul lainnya atau di dekatnya, sementara matahari berada pada jarak bujur astronomi 180º dari posisi bulan.[1]
Bidang ellips lintasan bumi dengan bidang ekliptika membentuk sudut 0º karena kedua bidang ini berimpit. Sedangkan bidang lintasan bulan dan bidang ekliptika tidak berimpit, melainkan membuat sudut sebesar 5º8'. Oleh karenanya, tidak setiap ijtima’ akan terjadi gerhana matahari, begitu pula tidak setiap istiqbal akan terjadi gerhana bulan.[2]
Gerhana matahari dapat terjadi 2 sampai 5 kali dalam satu tahun, tetapi yang dapat menyaksikannya hanyalah beberapa tempat di permukaan bumi saja. Sedangkan gerhana bulan dapat terjadi 2 sampai 3 kali dalam setahun dan dapat disaksikan oleh seluruh penduduk bumi yang menghadap bulan. Sekalipun demikian, bisa saja tidak pernah terjadi gerhana bulan sama sekali dalam satu tahun.
Memperhatikan piringan matahari yang tertutupi oleh bulan pada gerhana matahari, maka gerhana matahari itu ada tiga macam, yaitu gerhana matahari total, cincin, dan sebagian.[3]
a) Gerhana Matahari Total
Gerhana matahari total atau sempurna atau kulliy terjadi manakala antara posisi bulan dengan bumi pada jarak yang dekat, sehingga bayangan kerucut (umbra) bulan menjadi panjang dan dapat menyentuh permukaan bumi, serta bumi-bulan-matahari pada satu garis lurus.
Sebuah gerhana matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan bulan. Saat itu, piringan bulan sama besar atau lebih besar dari piringan matahari. Ukuran piringan matahari dan piringan bulan sendiri berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak bumi-bulan dan bumi-matahari.
b) Gerhana Matahari Cincin
Gerhana cincin terjadi apabila piringan bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan bulan lebih kecil dari piringan matahari. Sehingga, ketika piringan bulan berada di depan piringan matahari, tidak seluruh piringan matahari akan tertutup oleh piringan bulan, hanya sekitar 92 persen.. Bagian piringan matahari yang tidak tertutup oleh piringan bulan berada di sekeliling piringan bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya, terjadi manakala antara posisi bulan dengan bumi pada jarak yang jauh, sehingga bayangan kerucut (umbra) bulan menjadi pendek dan tidak dapat menyentuh permukaan bumi, serta bumi-bulan-matahari pada satu garis lurus. Ketika itu diameter bulan lebih kecil daripada diameter matahari, sehingga ada bagian tepi piringan matahari yang masih terlihat dari bumi.
c) Gerhana Matahari Sebagian
Gerhana matahari sebagian atau ba’dliy terjadi manakala antara posisi bulan dengan bumi pada jarak yang dekat, sehingga bayangan kerucut (umbra) bulan menjadi panjang dan dapat menyentuh permukaan bumi, tetapi bumi-bulan-matahari tidak tepat pada satu garis lurus.
Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan matahari yang tidak tertutup oleh piringan bulan. Meskipun gerhana matahari selalu terjadi setiap tahun di bumi,namun tidak terjadi di tempat yang sama.
Ø Kontak I, adalah saat piringan bulan dan piringan matahari mulai bersinggungan. Kontak I ini menandai dimulainya peristiwa gerhana
Ø Kontak II, adalah saat pertama seluruh piringan matahari tertutup oleh piringan bulan (untuk peristiwa gerhana matahari total), atau saat seluruh piringan bulan seluruhnya berada 'di dalam' piringan matahari (untuk peristiwa gerhana matahari cincin). Kontak II ini menandai dimulainya fase total (untuk gerhana matahari total), atau fase cincin (untuk gerhana matahari cincin)
Ø Puncak gerhana, adalah saat jarak antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari mencapai minimum.
Ø Kontak III , adalah kebalikan Kontak II. Kontak III ini adalah saat piringan matahari mulai keluar dari belakang piringan bulan (untuk peristiwa gerhana matahari total), atau saat piringan bulan mulai meninggalkan piringan matahari (untuk peristiwa gerhana matahari cincin).
Interval antara Kontak II dan kontak III adalah panjangnya fase gerhana total. Pada gerhana matahari sebagian, fase Kontak II dan Kontak III ini tidak kita amati.
Interval antara Kontak II dan kontak III adalah panjangnya fase gerhana total. Pada gerhana matahari sebagian, fase Kontak II dan Kontak III ini tidak kita amati.
Ø Kontak IV, adalah saat piringan matahari dan piringan bulan bersinggungan ketika piringan bulan meninggalkan piringan matahari. Kontak IV ini adalah kebalikan dari Kontak I, dan menandai berakhirnya peristiwa gerhana secara keseluruhan.
Interval antara Kontak I dan Kontak IV adalah panjangnya peristiwa gerhana matahari. Berdasarkan waktu-waktu kontak ini, peristiwa gerhana matahari melalui fase-fase:
a. fase gerhana sebagian: selang antara kontak I dan kontak II, dan antara kontak III dan kontak IV
b. fase gerhana total atau fase gerhana cincin (tergantung gerhana matahari total atau cincin): selang antara kontak II dan kontak III
Fase gerhana matahari mana saja yang diamati saat terjadinya sebuah gerhana matahari, bergantung pada jenis gerhana matahari dan darimana kita mengamati. Namun dalam pengamatannya, pengamat di daerah yang berbeda akan mengamati waktu kontak yang berbeda, dan karenanya akan mengamati fase gerhana yang berbeda pula. Ini tergantung pada posisi pengamat relatif terhadap jalur yang dilalui umbra/penumbra Bulan.[4]
C. Gerhana Bulan
Gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Gerhana bulan terjadi apabila bulan masuk kedalam bayangan bumi.
sehingga terhalangnya cahaya Matahari. Jika cahaya Matahari tidak bisa mencapai Bulan -- keseluruhan atau sebagian -- karena terhalang oleh Bumi (dengan kata lain Bulan berada dalam bayangan Bumi), maka peristiwa itu dinamakan gerhana bulan. Ada dua macam bayangan: umbra (bayangan inti) dan penumbra (bayangan tambahan). Jika kita berada dalam umbra sebuah benda (misalnya umbra Bulan), maka sumber cahaya (dalam hal ini Matahari) akan tertutup keseluruhannya oleh benda tersebut. Sedangkan jika kita berada dalam penumbra, sebagian sumber cahaya masih akan terlihat. Namun demikian, saat gerhana bulan total, meski Bulan berada dalam umbra Bumi, Bulan tidak sepenuhnya gelap total karena sebagian cahaya masih bisa sampai ke permukaan Bulan oleh efek refraksi atmosfer bumi Gerhana bulan bisanya terjadi pada saat bulan purnama. Perbedaan jenis-jenis gerhana bulan tersebut terletak pada bayangan Bumi mana yang jatuh ke permukaan Bulan saat fase maksimum gerhana terjadi.
sehingga terhalangnya cahaya Matahari. Jika cahaya Matahari tidak bisa mencapai Bulan -- keseluruhan atau sebagian -- karena terhalang oleh Bumi (dengan kata lain Bulan berada dalam bayangan Bumi), maka peristiwa itu dinamakan gerhana bulan. Ada dua macam bayangan: umbra (bayangan inti) dan penumbra (bayangan tambahan). Jika kita berada dalam umbra sebuah benda (misalnya umbra Bulan), maka sumber cahaya (dalam hal ini Matahari) akan tertutup keseluruhannya oleh benda tersebut. Sedangkan jika kita berada dalam penumbra, sebagian sumber cahaya masih akan terlihat. Namun demikian, saat gerhana bulan total, meski Bulan berada dalam umbra Bumi, Bulan tidak sepenuhnya gelap total karena sebagian cahaya masih bisa sampai ke permukaan Bulan oleh efek refraksi atmosfer bumi Gerhana bulan bisanya terjadi pada saat bulan purnama. Perbedaan jenis-jenis gerhana bulan tersebut terletak pada bayangan Bumi mana yang jatuh ke permukaan Bulan saat fase maksimum gerhana terjadi.
Pada gerhana bulan, dengan memperhatikan piringan bulan yang memasuki bayangan inti bumi, maka gerhana bulan itu ada dua macam, yaitu gerhana bulan total dan gerhana bulan sebagian.
a) Gerhana Bulan Total
Gerhana bulan total atau sempurna atau kulliy terjadi manakala posisi bumi-bulan-matahari pada satu garis lurus, sehingga seluruh piringan bulan berada didalam bayangan inti bumi.
Jika saat fase gerhana maksimum gerhana, keseluruhan Bulan masuk ke dalam bayangan inti atau umbra Bumi, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan total. Gerhana bulan total ini maksimum durasinya bisa mencapai lebih dari 1 jam 47 menit.
b) Gerhana Bulan Sebagian
Jika hanya sebagian Bulan saja yang masuk ke daerah umbra Bumi, dan sebagian lagi berada dalam bayangan penumbra Bumi pada saat fase maksimumnya, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan sebagian.
Pada dasarnya perhitungan gerhana bulan adalah menghitung waktu, yakni kapan atau jam berapa terjadi kontak gerhana bulan.
Untuk gerhana bulan sempurna atau total akan terjadi empat kali kontak, yakni:[5]
Ø Kontak pertama adalah ketika piringan bulan mulai menyentuh masuk pada bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu mulai gerhana.
Ø Kontak kedua adalah ketika seluruh piringan bulan sudah memasuki bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu mulai total.
Ø Kontak ketiga adalah ketika piringan bulan mulai menyentuh untuk keluar dari bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu akhir total.
Ø Kontak keempat adalah ketika seluruh piringan bulan sudah keluar dari bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu gerhana berakhir.
Sedangkan pada gerhana bulan sebagian hanya dua kali kontak, yaitu:
Ø Kontak pertama adalah ketika piringan bulan mulai menyentuh pada bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu mulai gerhana.
Ø Kontak kedua adalah ketika piringan bulan sudah keluar lagi dari bayangan bumi. Pada posisi inilah waktu gerhana sebagian berakhir.
Apabila terjadi gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan, dianjurkan oleh Rasulullah SAW. agar kaum muslimin melaksanakan shalat gerhana, memperbanyak do’a, memperbanyak takbir, dan memperbanyak shadaqah, sebagaimana sabda Nabi SAW:
عَنِ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( اِنْكَسَفَتِ اَلشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ, فَقَالَ اَلنَّاسُ: اِنْكَسَفَتِ اَلشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ, فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم "إِنَّ اَلشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اَللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا, فَادْعُوا اَللَّهَ وَصَلُّوا, حَتَّى تَنْكَشِفَ" ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: ( حَتَّى تَنْجَلِىَ )
Al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah terjadi gerhana matahari yaitu pada hari wafatnya Ibrahim. Lalu orang-orang berseru: Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya berdo'alah kepada Allah dan sholatlah sampai kembali seperti semula." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Bukhari disebutkan: "Sampai terang kembali."
فَإِذَا رَأَيْتُمُوْ همَا فَكَبِّرُوْا وَادْعُوْاالله وصَلُّوْا وَتَصَدَّ قُوْا
“Apabila kamu melihatnya (gerhana matahari atau gerhana bulan) maka hendaklah kamu bertakbir, berdo’a kepada Allah, melaksanakkan shalat[6], dan bersedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim dari A’isyah).
D. Perhitungan Gerhana Matahari
a) Proses Perhitungan
Gerhana matahari merupakan fenomena alam, yaitu bulan menutupi matahari, karena bulan ada diantara bumi dan matahari. Hanya saja, karena bulan lebih kecil daripada bumi sehingga kerucut bayang-baynag inti bulan tidak dapat menutupi seluruh permukaan bumi yang saat itu menghadap matahari. Oleh karena itu, ketika terjadi gerhana matahari hanya sebagian permukaan bumi saja yang dapat menyaksikannya, yaitu daerah-daerah yang dilewati oleh kerucut bayangan inti bulan.[7]
Disamping itu, gerhana matahari dilihat dari suatu tempat dibandingkan dengan tempat lainnya dapat berbeda waktunya. Hal demikian ini terjadi karena topocentris kedua tempat itu berbeda.
Adapun perhitungan gerhana matahari dilihat dari suatu tempat dengan data Ephemeris Hisab Rukyat dapat ditempuh melalui proses sbb:
1. Menghitung kemungkinan terjadinya gerhana matahari berdasarkan jadwal gerhana, yaitu dengan cara menjumlahkan data dari:
a. kelompok tahunnya
b. satuan tahunnya.
c. Menurut bulannya
Bila hasil penjumlahan lebih dari 360º maka kurangilah 360º. Gerhana matahari mungkin akan terjadi apabila hasilnya:
Ø Antara 00º s/d 20º
Ø Antara 159º s/d 190º
Ø Antara 348º s/d 360º
2. Melakukan perhitungan konversi tanggal atau menukar kalender penanggalan, yakni dari penanggalan hijriyah ke penanggalan masehi untuk tanggal kemungkinan terjadinya gerhana itu
Ingat bahwa gerhana matahari selalu terjadi pada saat matahari dan bulan berkonjungsi atau ijtima’, sehingga gerhana matahari itu hanya akan terjadi pada saat menjelang bulan baru, yakni sekitar tanggal 29 atau 30 bulan Qamariyah.
Jadi yang harus dilakukan adalah menghitung tanggal 29 atau 30 Qamariyah yang ada kemungkinan terjadinya gerhana matahari itu bertepatan tanggal berapa menurut penanggalan Syamsiyah atau masehi.
3. Menyiapkan data astronomis untuk tanggal hasil konversi tanggal diatas.
4. Melacak FIB terkecil pada kolom Fraction Illumination bulan.
5. Menghitung sabaq Matahari (B1), yakni gerak matahari setiap jam, dengan cara menghitung harga mutlak selisih antara data ELM (Ecliptic Longitude Matahari) pada jam FIB terkecil tersebut dan pada satu jam berikutnya.
6. Menghitung sabaq Bulan (B2), yakni gerak bulan setiap jam, dengan cara menghitung harga mutlak selisih antara data ALB (Apparent Longitude Bulan) pada jam FIB terkecil tersebut dan pada satu jam berikutnya.
7. Menghitung jarak matahari dan Bulan (MB), yakni selisih jarak antara titik haml sampai matahari dan titik haml sampai bulan diukur sepanjang lingkungan ekliptika. (MB = ELM – ALB)
8. Menghitung sabaq bulan Mu’addal (SB), yakni kecepatan bulan relatif terhadap matahari. (SB = B2 – B1)
9. Menghitung titik Ijtima’ (TI), yakni selisih waktu antara waktu FIB terkecil dengan waktu ijtima’. (TI = MB : SB)
10. Menghitung waktu ijtima’ pertama, yakni waktu matahari dan bulan berada pada bujur astronomi yang sama (menurut GMT). (Ijt1 = Waktu FIB + TI)
11. Melacak data dalam Ephemeris pada saat terjadi ijtima’ secara interpolasi.
12. Menghitung Meridian Pass (MP), yakni waktu matahari tepat berada di lingkaran meridian atau tepat di titik kulminasi atas. (MP = 12 – e)
13. Menghitung waktu ijtima’ kedua (Ijt2), yakni waktu ijtima’ menurut waktu setempat di tempat yang bersangkutan. (Ijt2 = Ijt1 + (λ : 15))
14. Menghitung jarak ijtima’ (JI), yakni busur sepanjang lingkaran ekliptika yang diukur dari matahari ketika ijtima’ sampai titik kulminasi atasnya. (JI = [MP – Ijt2] x 15º)
15. Menghitung Asyir Pertama (A1), yakni busur sepanjang lingkaran ekliptika diukur dari titik haml sampai suuatu titik di ekliptika itu sendiri. Titik ini berada pada hasil koreksi posisi matahari dengan jarak antara matahari ketika ijtima’ sampai titik kulminasi atasnya (JI). (Jika Ijt2 < MP maka A1 = ELM – JI), jika Ijt2 > maka A1 = ELM + JI)
16. Menghitung Mail Asyir pertama (MA1), yakni busur sepanjang lingkaran deklinasi diukur dari equator sampai pada posisi A1. (sin MA1 = sin A1 x sin Obl)
17. Menghitung Irtifa’ Asyir pertama (IA1), yakni ketinggian matahari sepanjang lingkaran meridian dihitung dari ufuk sampai titik proyeksi posisi A1 pada lingkaran meridian itu. (IA1 = 90 – [MA1 – Ø])
18. Menghitung sudut pembantu (SP). (Sin SP = (sin SB x cos MA1) : (sin HP₵ x sin IA1)
19. Menghitung Sa’atu Bu’dil Wasath (SBW), yakni waktu yang diperlukan untuk mengoreksi waktu ijtima’ agar ditemukan waktu tengah terjadinya gerhana. (SBW = sin JI : sin SP)
20. Menghitung waktu tengah gerhana (tgh). (jika Ijt2 < MP maka tgh = Ijt2 – SBW), (jika Ijt2 > MP maka tgh = Ijt2 + SBW).
Catatan: untuk dijadikan waktu daerah, kooreksilah dengan Interpolasi waktu, yakni (λ – λD) : 15. Kemudian hasilnya adalah TGH.
21. Menghitung jarak gerhana (JG), yakni busur sepanjang lingkaran ekliptika yang diukur dari matahari ketika tengah gerhana sampai titik kulminasi atasnya. (JG = [MP – tgh] x 15º)
22. Menghitung Asyir kedua (A2), yakni busur sepanjang lingkaran ekliptia diukur dari titik haml sampai suatu titik di ekliptika itu sendiri. Titik ini berada pada hasil koreksi posisi matahari dengan jarak antara matahari ketika tengah gerhana sampai titik kulminasi atasnya (JG). (jika tgh < MP maka A2 = ELM – JG), (jika tgh > MP maka A2 = ELM + JG)
23. Menghitung Mail Asyir kedua (MA2), yakni jarak sepanjang lingkaran deklinasi diukur dari equator sampai pada posisi A2. (sin MA2 = sin A2 x Obl)
24. Menghitung irtifa’ Asyir kedua (IA2), yakni ketinggian matahari sepanjang lingkaran meridian dihitung dari ufuk sampai titik proyeksi posisi A2 pada lingkaran meridian itu. (IA2 = 90 – [MA2 – ϕ]
25. Menghitung Ardlu Iqlimir Rukyat (AIR), yaitu jarak busur sepanjang lingkaran meridian dihitung dari zenit sampai titik proyeksi posisi A2 pada lingkaran meridian. (AIR = 90 – IA2)
26. Menghitung ikhtilaful Ardli (IkA), yakni gerak bulan karena ketidak aturan semu dan ketidak aturan nyata gerak bulan itu sendiri. (sin IkA = [cos IA2 x sin 00º 51' 22”])
27. Menghitung Ardlul Qamar Mar’I (L₵’), yakni lebar piringan bulan yang tidak menutupi matahari terlihat dari permukaan bumi yang menghadapnya. ( L₵’ = L₵ + IkA] )
28. Menghitung al-Jam’u (J), yakni separo lebar bayangan penumbra bulan. ( J = [SD₵ + SD˳ + [L₵’]] )
29. Menghitung al-Baqiy (B), yakni separo lebar bayangan umbra bulan. ( B = [SD₵ + SD˳ - L₵’]] )
30. Menghitung Daqa’iqul Kusuf (DK). ( DK = √(J x B) )
31. Menghitung Sabaq Muaddal (SM). ( SM = SB - 00º 11’ 48” )
32. Menghitung Sa’atus Suquth (SS), yakni tenggang waktu antara waktu mulai terjadi kontak gerhana atau kontak berakhirnya dengan waktu tengah gerhana. ( SS = DK : SM )
33. Menghitung waktu mulai gerhana (MG), yakni waktu mulai terjadi kontak pertama, yaitu ketika piringan bulan mulai menyentuh piringan matahari. ( MG = TGH – SS )
34. Menghitung lebar gerhana (LG), yakni ukuran lebar piringan matahari yang terhalangi oleh bulatan ketika terjadi gerhana. ( LG = (B : (SD˳ x 2)) x 100% ).
35. Apabila dikehendaki menggunakan satuan ukur ushbu’ (LG’), dihitung dengan rumus: LG’ = LG x 12
36. Menghitung sa’atul Muksi (SMk), yakni tenggang waktu antara waktu mulai terjadi kontak gerhana total atau kontak berakhirnya dengan waktu tengah gerhana. ( SMk = [12 – LG’] : 15 )
37. Menghitung waktu mulai total (MT), yakni waktu mulai terjadi kontak kedua pada gerhana total, yaitu ketika seluruh piringan bulan mulai menutupi piringan matahari. ( MT = TGH – SMk )
38. Menghitung waktu selesai total (ST), yakni waktu mulai terjadi kontak ketiga pada gerhana total, yaitu ketika piringan bulan mulai keluar dari menutupi piringan matahari. ( ST = TGH + SMk )
39. Mengambil kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan, yakni menyatakan:
a. Hari apa dan tanggal berapa terjadi gerhana matahari
b. Daerah mana yang dapat menyaksikan terjadinya gerhana
c. Jam berapa terjadi kontak-kontak gerhana
d. Kadar ukuran lebar gerhana
e. Gerhana dimulai dari arah mana.
b) Perhitungan Gehana Bulan
Perhitungan Gerhana Bulan dengan sistem Ephemeris Hisab Rukyat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung kemungkinan terjadinya gerhana bulan dengan menggunakan tabel gerhana, dengan cara menjumlahkan data dari :
a. Kelompok Tahun
b. Satuan Tahun
c. Gerhana Bulan
Catatan : Hasil penjumlahan antara 00o s/d 360o
Gerhana Bulan dimungkinkan terjadi apabila hasil penjumlahan tersebut berkisar antara :
Ø 000o s/d 014 o
Ø 165 o s/d 194 o
Ø 345 o s/d 360 o
2. Melakukan konversi dari penanggalan hijriyah ke penanggalan masehi tanggal kemungkinan terjadi gerhana bulan tersebut dan hanya akan terjadi saat bulan purnama, sekitar tanggal 15 bulan Qamariyah.
3. Mencari FIB terbesar pada kolom Fraction Illumination Bulan.
4. Menghitung Sabaq Matahari (B1)
5. Menghitung Sabaq Bulan (B2)
6. Menghitung jarak Matahari dan Bulan (MB) dengan rumus : MB = ELM – (ALB- 180)
7. Menghitung Sabaq Bulan Mu’addal (SB) dengan rumus : SB = B1 – B2
8. Menghitung Titik Istiqbal (TI) dengan rumus : TI = MB : SB
9. Menghitung waktu Istiqbal (Is) dengan rumus : Is = Waktu FIB + TI – 00 : 01 : 49.29
10. Melacak data dari Ephemeris saat terjadi istiqbal secara interpolasi :
a. Semi Diameter Bulan (SDƒ)
b. Horizon Parallax Bulan (HPƒ )
c. Lintang Bulan(Lƒ) pada kolom Apparent Latitude
d. Semi Diameter Matahari (SDo)
e. Jarak Bumi (JB) pada kolom True Geocentric Distance Matahari
11. Menghitung Horizon Parallax (HPo) dengan rumus : Sin HPo = sin 08.794” : JB
12. Menghitung jarak bulan dari titik simpul (H) dengan rumus : sin H = sin Lƒ : sin 5o
13. Menghitung lintang bulan maksimum terkoreksi (U) dengan rumus : tan U = [tan Lƒ : sin H]
14. Menghitung lintang bulan minimum terkoreksi (Z) dengan rumus : sin Z = [sin U x sin H]
15. Menghitung koreksi kecepatan bulan relatif terhadap matahari (K) dengan rumus : K = cos Lƒ x SB : cos U
16. Menghitung besarnya semidiameter bayangan inti bumi (D) dengan rumus : D = (HPƒ + HPo – SDo) x 1,02
17. Menghitung jarak titik pusat bayangan inti bumi sampai titik pusat bulan ketika piringan bulan mulai bersentuhan dengan bayangan inti bumi (X) dengan rumus : X = D + SDƒ
18. Menghitung jarak titik pusat bayangan inti bumi sampai titik pusat bulan ketika seluruh piringan bulan mulai masuk pada bayangan inti bumi (Y) dengan rumus : Y = D – SDƒ
19. Menghitung jarak titik pusat bulan ketika piringan bulan mulai bersentuhan degan bayangan inti bumi (C) dengan rumus : cos C = cos X : cos Z
20. Menghitung waktu yang diperlukan oleh bulan untuk berjalan mulai ketika piringan bulan bersentuhan dengan bayangan inti bumi sampai ketika titik pusat bulan segaris dengan bayangan inti bumi (T1) dengan rumus : T1 = C : K.
Catatan : Bila Y lebih kecil daripada Z maka akan terjadi gerhana bulan sebagian. Oleh karena itu, E dan T2 berikut ini tidak perlu dihitung.
21. Menghitung jarak titik pusat bulan saat segaris dengan bayangan inti bumi sampai titik pusat bulan ketika seluruhpiringan bulan masuk pada bayangan inti bumi (B) dengan rumus : cos E = cos Y : cos Z
22. Menghitung waktu yang diperlukan oleh bulan untuk berjalan mulai titik pusat bulan saat segaris dengan bayangan inti bumi sampai titik pusat bulan ketika seluruh piringan bulan masuk pada bayangan inti bumi (T2) dengan rumus : T2= E : K
23. Koreksi pertama terhadap kecepatan bulan (Ta) dengan rumus : Ta = cos H : sin K
24. Koreksi kedua terhadap kecepatan bulan (Tb) dengan rumus : Tb = sin Lƒ : sin K
25. Menghitung waktu gerhana (T0) dengan rumus : T0 = [sin 0.05 x Ta xTb]
26. Menghitung waktu titik tengah gerhana (Tgh) dengan cara : Perhatikan Lintang Bulan (LÄ) dalam kolom Apparent Latitude Bulan pada jam FIB terbesar dan pada satu jam berikutnya. Jika harga mutlak Lintang Bulan semakin mengecil maka Tgh = Istiqbal + T0 – ΛT Jika harga mutlak Lintang Bulan semakin membesar maka Tgh = Istiqbal – T0 – ΛT
Catatan :
Ø ΛT adalah koreksi waktu TT menjadi GMT
Ø Bila dikehendaki dengan waktu WIB, tambahkanlah 7 jam.
Ø Bila hasil penambahan terbenut lebih dari 24, maka kurangilah dengan 24. Sisanya itulah waktu titik tengah gerhana tetapi pada tanggal berikutnya dari tanggal Ephemeris.
27. Menghitung waktu mulai gerhana dengan rumus : Mulai Gerhana = Tgh – T1
28. Menghitung waktu mulai gerhana total dengan rumus : Mulai Total = Tgh – T2
29. Menghitung waktu selesai gerhana total dengan rumus : Selesai Total = Tgh + T2
30. Menghitung waktu selesai gerhana dengan rumus : Selasai Gerhana = Tgh + T1
Catatan : Gerhana bulan akan terlihat pada malam hari, sehingga jika awal gerhana lebih besar daripada waktu terbit matahari, atau akhir gerhana lebih kecil daripada waku terbenam matahari di suatu tempat maka gerhana bulan tersebut tidak dapat terlihat dari tempat ybs.
31. Jika terjadi gerhana bulan sebagian ( Y < Z ), maka untuk menghitung lebar gerhana (LG) atau magnitudo yakni lebar piringan bulan yang masuk dalam bayangan inti bumi dapat dilakukan dengan rumus sbb : LG = (( D + SDƒ – Z ) : 2 x SDƒ ) x 100%
Apabila dikehendaki satuan ukurnya dengn ushbu’ (jari), maka hasil perhitungan lebar gerhana ini dikalikan 12.
32. Mengambil kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan, yakni menyatakan hari apa, tanggal, dan jam berapa terjadi kontak-kontak gerhana bulan, serta menyatakan lebar gerhana untuk gerhana sebagian.
[1] Muhyiddin Khazin, ILMU FALAK DALAM TEORI DAN PRAKTIK (Perhitungan Arah Kiblat, Waktu Shalat, Awal Bulan dan Gerhana), Cet. III, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008), hlm. 187
[2] Ibid…,188
[3] Ibid.
[4] Ibid…, hlm. 190
[5] Ibid…, hlm. 191
[6] Kedua shalat gerhana matahari dan bulan itu hukumnya sunnah muakkad. Waktu melaksanakan shalat gerhana matahari yaitu dari timbul gerhana itu sampai normalnya matahari seperti biasa, atau sampai terbenam.
Sedangkan shalat gerhana bulan waktunya mulai dari terjadinya gerhana itu sampai terbit kembali, atau sampai normalnya bulan tersebut sampai terbit matahari, meskipun bulan belum kembali normal.
Cara mengerjakannya:
a. Dikerjakan dua raka’at, boleh dilakukan sendiri-sendiri, tetapi lebih baik dikerjakan berjama’ah.
b. Bila dalam shalat gerhana bulan maka bacaan Fatihah dan surat Al-Qur’an dinyaringkan (keras), dan bila gerhana matahari maka bacaannya adalah lembut (tidak nyaring).
[7] Ibid…, hlm. 195.
0 Komentar