Gendre Dalam Sastra

 

Menuru Sumardjo dan Saini (1986:13), “Ada tiga hal yang membedakan karya sastra dengan karya-karya (tulis) lain yang bukan sastra, yaitu sifat khayali (fictionality), adanya nilai-nilai seni (esthetic values), dan adanya cara penggunaan bahasa yang khas (special use of language).”

Sifat khayali karya sastra merupakan akibat dari kenyataan bahwa sastra dicipta dengan daya khayal. Walaupun sastra hendak berbicara tentang kenyataan dan masalah kehidupan yang nyata, karya sastra terlebih dahulu menciptakan dunia khayali sebagai latar belakang tempat kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah itu dapat direnungkan dan dihayati oleh oleh pembaca.

Melalui dunia khayal itu pembaca dapat menghayati kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah di dalam bentuk kongkretnya, dan yang tersentuh oleh masalah-masalah itu bukan hanya pikirannya saja, akan tetapi juga perasaan dan khayalannya. Dengan demikian pembaca dapat menjawab (merespon) kenyataan atau masalah dengan seluruh kepribadainnya. Respon seperti itu berbeda dengan yang diberikan pembaca kepada karya-karya yang bukan sastra seperti karya ilmiah atau filsafat.

Gendre Dalam Sastra, adanya nilai-nilai seni (estetik) bukan saja merupakan persyaratan yang membedakan karya sastra dari yang bukan sastra. Melalui nilai-nilai  seni (estetis)  itu sastrawan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan sejelas-jelasnya, sedalam-dalamnya, sejelas-jelasnya. Nilai-nilai seni itu adalah keutuhan (unity) atau kesatuan dalam keragaman (unity in variety), keseimbangan (balance), keselarasan (harmony), dan tekanan yang tepat (righ emphasis).

Penggunaan bahasa secara khusus sangat jelas tampak pada karya-karya puisi. Walaupun begitu, sebenarnya di dalam novel dan drama pun penggunaan bahasa seperti itu dilkukan para sastrawan dengan sadar dan seksama.

Para sastrawan berusaha agar melalui pengolahan terhadap bahasa akan meningkatkan daya ungkap dan sekaliguskeindahan bahasa itu.

Baris-baris dalam bukan saja diusahakan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan penyairnya, tetapi menjadi daya tarik  pula melalui keindahan irama dan bunyinya.

Bahasa dalam sebuah novel diolah begitu rupa, sehingga dengan beberapa kalimat saja sastrawan dapat menggambarkan  dengan jelas dan menarik suatu peristiwa. Demikian pula halnya dalam bahasa dan drama. Ucapan seorang tokoh yang tampaknya sederhana dan alamiah kalau diperiksa dengan seksama ternyata berbeda dengan ucapan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Ucapan tokoh dalam drama sekaligus mengungkapkan pikiran dan perasaan tokoh itu dan suasana serta keadaan di mana tokoh itu berada.

Sumarjo dan Saini (1986) menggolongkan sastra menjadi dua kelompok, yakni sastra imajinatif dan sansta non-imajinatif. Sastra imajinatif terdiri dari dua genre (jenis) yakni prosa dan puisi. Prosa terdiri dari fiksi dan drama. Fiksi meliputi novel, cerita pendek, dan novelet. Drama meliputi drama prosa dan drama puisi. Tampilan drama tersebut meliputi komedi, tragedy, melodrama, dan tragic komedi. Puisi meliputi puisi epic, lirik, dan 7dramatik. Sedangkan sastra non-imajinatif terdiri dari esai, kritik, biografi, otobiografi, sejarah, memoir, catatan harian, dan surat-surat.

Gendre Dalam SastraPerbedaan antara sastra imajinatif dengan sastra non-imajinatif dapat dilihat pada tabel berikut ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya.

Sastra Non-imajinatif

1. Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)

2. Cenderung mengemukakan fakta

3. Bahasa cenderung denotative (makna tunggal)

Sastra Imajinatif

1. Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)

2. Cenderung chayali

3. Bahasa cenderung konotatif (makna ganda)

Selanjutnya, genre sastra dapat dilihat melalui diagram berikut

Kegiatan Bersastra dan Materi Sastra (dari: Standar Isi)

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemapuan sebagai berikut.

(1) Berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;

(2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara;

(3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif  untuk berbagai tujuan;

(4) Menggunakan bahasa Indonesia unutk meningkatkan keampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;

(5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;

(6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Dari keenam tujuan itu, tujuan nomor lima dan nomor enam langsung menyebut karya sastra. Tujuan nomor lima diawali dengan kata kerja “menikmati dan memanfaatkan” dan tujuan nomor enam diawali dengan kata kerja “menghargai dan membanggakan”.

Keempat kata kerja itu merupakan kata kunci untuk mencapai mata pelajaran sastra Indonesia di sekolah. Melalui pembelajaran sastra, peserta didik dapat menikmati, memanfaatkan, menghargai, dan membanggakan  karya sastra. Dengan demikian, semua aktifitas pembelajaran sastra hendaklah mendukung pencapaian tujuan itu.

Dukungan itu akan dapat diawali dengan membaca dan memahami standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) sastra. Langkah-langkah yang dapat digunakan untuk membaca dan memahami standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:

(1) mengidentifikasi SK dan KD sastra dari standar isi;

(2) menganalisis kompetensi dasar (KD) atas kompetensi dan bahan ajar;

(3) menjabarkan kompetensi menjadi kata kerja operasional;

(4) menjabarkan  bahan ajar menjadi lebih spesifik; 

(5) merumuskan indikator pencapaian kompetensi

(6) merumuskan materi pokok dari KD

(7) merumuskan materi pembelajaran dari indikator;9

(8) menandai jenis apresiasi yang dituntut dan teori yang digunakan

0 Komentar