Tindak Pidana Pelacuran

 


Tindak Pidana Pelacuran

Ketentuan dalam KUHP hal-hal mengenai pelacuran diatur dalam beberapa pasal yakni :

 

Pasal 296 KUHP menyatakan bahwa :

Barang siapa dengan  sengaja menyebabkaatau memudahkan  perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.

 

Kata  pekerjaannya juga  pada  teks  lain  dipakai  pencariannya”, dimaksudkan bahwa yang bersangkutan menerima bayaran. Kata sengaja” ditunjukan   pada   mengadaka ata memudahka perbuatan   cabul,   kata kebiasaan” berarti telah berulang-ulang.

 

Artiny unsur-unsur   seseorang   (muchikari/   germo)   yang   menyediakan tempat/ rumah/ kamarnya untuk melakukan perbuatan melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu nya) kepada perempuan dan laki-laki maka perbuatan tersebut dapat ditindak lanjutin dengan delik pidana yang terdapat pada ketentuan Pasa296 KUHP ini.

 

 

Pasal 297 KUHP menyatakan bahwa :

 

 

Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa,

diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

 

Undang-undang sendiri tidak menjelaskan tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan perdagangan wanita dan/ laki-laki, berkenaan dengan kenyataan tersebut terdapatlah didalam doktrin mengenai berbagai pendapat yang pada dasarnya ingin mengatakan bahwa harus dimasukan dalam pengertian perdagangan wanita dan/ laki-laki yakni setiap perbuatan yang secara langsunbertujuan untuk membuat seorang wanita menjadi tergantung pada orang lain, yang  memang  mempunyai  keinginan  untuk  menguasai  wanita  tersebut  untuk dipekerjakan ditempat-tempat pelacuran.

 

Artinya, mengingat wanita dan laki-laki belum dewasa oleh Undang-Undang pidana ingin dilindungi dari bahaya maka ketentuan pidana ini harus secara tegas ditindak lanjuti.

 

Pasal 506 KUHP menyatakan bahwa :

 

 

Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan mata pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.

 

Artinya barang siapa sebagai germo/ muchikari mengambil keuntungan dari perbuatan melanggar kesusilaan oleh seorang wanita, dipidana kurungan selama- lamanya satu tahunTindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur Pasal 506 KUHP hanya terdiri atas unsur-unsur objektif, masing- masing yakni :

 

1. Barang siapa;

 

2. Sebagai seorang germo;

 

3. Mengambil keuntungan dari perbuatan melanggar kesusilaan oleh seorang wanita.

 

Adanya germo atau muchikari ini merupakan salah satu faktor yang terpentingyang memungkinkan terjadinya perbuatan-perbuatan melanggakesusilaan secara luas, tidak dapat disangkal lagi kebenarannya merupakan penyebab dari mewabahnya penyakit kotor dikalangan masyarakat luas, yang pada giliran selanjutnya dapat menyebabkan keturunan dari mereka yang terkena penyakit kotor itu mengalami suatu retardasi mental, bahkan juga terkena penyakit jiwa”.

 

Maka dari hal inilah unsur-unsur seorang yang melakukan perbuatan menjalankan bisnis praktek pelacuran (muchikari/ germo) secara jelas dan tegas sudah seharusnya dapat ditindak lanjuti dengan delik pidana dengan ketentuan Pasal 506 KUHP ini.

 

Melihat ketentuan ketiga pasal tersebut diatas, pasal-pasal tersebut hanya mengatakan bahwa pasal itu hanya untuk memberantas orang-orang yang mengadakan rumah bordil/ tempat-tempat pelacuran dan bagi orang yang menarik keuntungan dari perbuatan pelacuran tersebut, dibuktikan dengan perbuatan itu menjadi pencarian” (dengan pembayaran) atau kebiasaannya (lebih dari satu kali) sertameranik keuntungan.

 

Dari ketentuan tersebut diatas, didalam KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia tempat untuk pelacuran serta bagi muchikari atau germo nya saja, bahkan dalam R-KUHP terakhir Tahun 2015 juga belum mengatur mengenai sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pelacuran. Pada R-KUHP Tahun

2015 mengenai tindak pidana kesusilaan diatur dalam BAB XVI, ketentuan yang terdapat dalam R-KUHP tersebut sama halnya yang diatur dalam KUHP hanya

saja yang membedakan mengenai sanksi pidana baik bagi muchikari atau germo maupun bagi penyedia tempat untuk pelacuran lebih berat ancaman penjatuhan pidana penjara maupun ancaman pidana denda nya .

 

Meskipun demikian hukum pidana tetap merupakan dasar peraturan- peraturan dalam industri seks di Indonesia. Larangan pemberian layanan seksual khususnya terhadap praktek-praktek pelacuran tidak ada dalam hukum negara, maka peraturan dalam industri seks ini cenderung didasarkan pada peraturan- peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, baik pada tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan, dengan mempertimbangkan reaksi, aksi dan tekanan berbagai organisasi masyarakat yang bersifat mendukung dan menentang tindak pidana pelacuran tersebut.

#Tindak Pidana Pelacuran 

#pidana pelecehan anak

#hukum pidana pelecehan seksual

#pasal pidana pelecehan seksual

#pengertian tindak pidana pelecehan seksual

R.  Soesilo,  1990,  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP)  Serta  Komentaar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Polieteia, Bogor, hlm. 217.

P.A.F Lamintang Dan Theo Lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar

Norma Kesusilaan Dan Norma Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 206.

Leden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, Sinar

Grafika, Jakarta, hlm. 115.

0 Komentar