PENGERTIAN TINDAK PIDANA



Istilah tindak pidana merupakan istilah yang secara resmi digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Pembentuk Undang Undang kita telah menerjemahkan istilah strafbaar feit yang berasal dari  KUHP Belanda ke dalam KUHP Indonesia dan peraturan perundang undangan pidana lainnya dengan istilah tindak pidana. Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata , yaitu straf, baar, dan feit. Straf  diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan  dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.  

Simons, guru besar ilmu hukum pidana di Universitas Utrecht  Belanda, memberikan terjemahan strafbaar feit sebagai perbuatan pidana.  Menurutnya, Srafbaar feit adalah perbuatan melawan hukum yang  berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu  bertanggungjawab. Selain itu, Simons juga merumuskan strafbaar feit itu  sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan  sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 

Vos memberikan defenisi bahwa strafbaar feit adalah kelakuan atau tingkah laku manusia, yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana. 

Pompe terhadap istilah strafbaar feit memberikan dua macam  definisi, yaitu definisi yang bersifat teoritis dan definisi yang bersifat perundang-undangan. Menurutnya terhadap definisi yang bersifat teoritis adalah : Strafbaar feit adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh suatu pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum atau sebagai normovertrading (verstoring der rechtsorde), waaraan de overtreder schuld heft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het algemeen welzijn.” 

Definisi strafbaar feit yang bersifat perundang-undangan atau hukum positif menurut Pompe tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengatakan strafbaar feit itu adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang ditentukan mengandung  handeling (perbuatan) dan nalaten (pengabaian atau tidak berbuat atau berbuat pasif).

Selanjutnya, Hazewinkel-Suringa terhadap istilah strafbaar feit telah membuat suatu rumusan pengertian yang bersifat umum sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.

Van Hattum berpendapat bahwa istilah strafbaar feit secara eksplisit haruslah diartikan sebagai suatu tindakan yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum atau suatu feit terzake van hetwelk een person strafbaar is. 

Moeljatno merumuskan istilah strafbaar feit menjadi istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Selanjutnya E.Utrecht merumuskan strafbaar feit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, Karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu).

Berdasarkan uraian pendapat pakar hukum di atas, penulis berpendapat bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh manusia, baik dengan melakukan perbuatan yang tidak dibolehkan ataupun tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana. 

Sumber Referensi : 

  • Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  • Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
  • P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
  • Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
  • Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung.


0 Komentar