Kosep Nusyuz dalam Fikih
Nusyuz menurut etimologi berasal dari bahasa arab nasyaza yansyuzu-nusyuuzan yang memunyai arti tinggi atau timbul kepermukaan. Secara epistimologi nusyuz adalah sikap tidak menjalankan kewajibannya baik dari pihak istri maupun suami. Sedangkan dalam kamus istilah fiqih menyebutkan bahwa nusyuz yaitu jika suami atau istri telah meninggalkan kewajibannya. Dari pihak istri nusyuz adalah apabila istri tidak bersedia mengerjakan kebenaran yang wajib baginya. Sedangkan dari pihak suami nusyuz adalah apabila suami bertindak keras kepada istri, tidak menggaulinya dan tidak pula memberikan nafkah, dan bersikap acuh tak acuh kepada istri.
Menurut Syekh Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i, nusyuz adalah sikap tinggi dari seorang istri dan tidak bersedia mengerjakan setiap kewajiban yang telah dibebankan kepadanya.
Hasan Binjai dalam tafsir ahkamnya berpendapat bahwa yang dikatakan nusyuz yaitu apabila seorang istri enggan melakukan tugas tugasnya, itu adalah tanda bahwa istri telah menunggikan dan mengangkat dirinya di atas suaminya. Padahal dalam kebiasaannya ia selalu mengikuti dan mematuhi suaminya.
Imam Nawawi Al-Bantani berpendapat, seorang istri dianggap nusyuz ketika menolak bersolek seperti yang diinginkan suami, ataupun menolak diajak ketempat tidur.
Berdasarkan devinisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan nusyuz adalah perbuaan suami ataupun istri yang keluar dari ketaatan dan tidak melaksanakan kewajiban masing-masing. Seperti perbuatan istri yang tidak mentatai suami serta meninggalkan
kewajibannya, begitupun sebaliknya apabila suami melalaikan kewajibannya.
Dasar hukum konsep nusyuz
Al Qur’an
Dalam surat an Nisa’ ayat 34
Artinya: “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), itu karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta dari mereka, sebab itu wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirka nusyuznya,47 maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka. Dan pukullah mereka. Kemudian jikalau mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya”(QS. An Nisa’/4: 34);
An Nisa’ Ayat 128
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak apa dari keduanya melakukan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir,danjikakamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah maha menetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. An Nisa’/4: 128)
Hadis
Artinya: "Dari hakim bin muawiyahhah dari ayahnya r.a., bertanya, “wahai Rasulallah, apah kewajiban seorang suami terhadap istrinya?’ Rasulallah SAW menjawab, ‘kamu memberi makan jika kamu makan, memberi pakaian jika kamu berpakaian dan janganlah kamu memukul wajahnya , jangan mendo’akan jelek dan jangan lah kamun menemani tidur kecuali didalam rumah.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai dan Ibnu Majah. Bukhari men-ta’liq-kan sebagiannya. Ibnu Hibban dan Hakim menganggapnya sahih)
Referensi :
- Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-bukhari, Sahih Bukhari bi Hasyiayah al-Sindi (Bairut: dar al-fikr,tth), jilid III, 259, kitab al-Nikah, Bab Mauziat al-Rajul Ibnatahu li Hal Zaujiha ;
- Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-ahkam (Jakarta: Kencana Prenada Media Grop, 2006), 263
- Imam Nawawi al-Bantani, Uqud al-lujjain (Surabaya: Maktabah Hidayah), 4
0 Komentar