- Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.
- Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang digantikan. Ketentuan ahli waris pengganti sebagaimana diatur dalam pasal 185 tersebut merupakan hal yang baru dalam hukum kewarisan Islam di Indonesia. Menurut Yahya Harahap bahwa ketentuan ini merupakan terobosan terhadap penyelewengan hak cucu atas harta warisan ayah, apabila ayah meninggal lebih dahulu dari pada kakek.
Dari pengertian ahli waris pengganti yang diberikan oleh Yahya Harahap tersebut, menurut penulis KHI tidak memberi batasan yang jelas, maka pemahaman tentang ahli waris pengganti seperti dimaksud pasal 185 ayat (1) itu dapat diartikan secara luas. Sehingga pengertian ahli waris yang digantikan itu meliputi garis lurus ke bawah dan juga dari garis menyamping.
Jadi pasal ini selain bisa menampung cucu dari pewaris baik dari anak laki-laki atau perempuan juga bisa menampung anak-anak (keturunan) saudara-saudara yang lebih dahulu meninggal dunia dengan tentunya tetap memperhatikan aturan hijab menghijab antara derajat yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. Pengaturan tentang cucu yang terhalang oleh saudara orang tuanya yang masih hidup inipun telah diatur di negara-negara Islam lainnya. Seperti Mesir yang memberlakukan wasiat wajibah, yang diikuti oleh Sudan, Suriah, Maroko, dan Tunisia dengan beberapa variasi.
Menurut Yusuf Qardhawi, pemerintah Mesir menjadikan wasiat wajibah dalam perundang-undangan merupakan perpaduan ijtihad iniqa’I (selektif) dan insya’I (kreatif).16 Abu Zahrah menambahkan kenyataan sering anak-anak yang kematian ayah tersebut hidup dalam kemiskinan, sedang saudarasaudara ayahnya hidup dalam kecukupan. Anak yatim tersebut menderita karena kehilangan ayah dan kehilangan hak kewarisan. Memang biasanya seseorang berwasiat untuk cucu yatim itu. Tetapi sering pula ia meninggal sebelum melakukannya, karena itulah Undang-Undang mengambil alih aturan yang tidak dikenal dalam madzhab-madzhab empat, tetapi menjadi pendapat beberapa ulama lain.
Kalau negara-negara Islam, seperti Mesir, Suriah, Maroko dan Tunisia memasukkan cucu atau cucu-cucu dalam kasus tersebut dengan wasiat wajibah dengan beberapa variasi. Sedangkan Pakistan dan Indonesia memakai konsep ahli waris pengganti. Hal yang perlu diperhatikan dari pasal 185 ini adalah bahwa isi pasal tersebut tidak bersifat imperatif (selalu digantikan ) oleh anaknya.
Tetapi pasal ini bersifat tentatif atau alternatf. Hal mana diserahkan kepada pertimbangan hakim Peradilan Agama menurut kasus demi kasus. Hal ini bisa dilihat dari kata dapat dalam pasal tersebut. Sifat alternatif atau tidak imperatif dalam pasal 185 sudah tepat, sebab tujuan dimasukkannya ahli waris pengganti dalam KHI karena melihat pada kenyataan dalam beberapa kasus, kasihan terhadap cucu atau cucu-cucu pewaris.
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa bagian ahli waris pengganti tidak boleh lebih dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti, bahwa pengganti ahli waris sebenarnya bukan ahli waris, tetapi mendapat waris karena keadaan atau pertimbangan tertentu. Kalau mereka itu sejak dari semula dianggap sebagai ahli waris yang kini menjadi pengganti ahli waris, tentu tidak diperlukan pembahasan khusus seperti yang disebutkan dalam ayat (2). Adanya ayat (2) ini sudah tepat sekali sehingga ahli waris yang sesungguhnya tidak akan terlalu dirugikan.
0 Komentar